Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengklaim Diri Sebagai Tahanan Politik, Ahmad Dani Dinilai Sesat Nalar

8 Februari 2019   05:28 Diperbarui: 8 Februari 2019   14:24 1294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahmad Dani (Foto: Duta.co)

Pemandangan unik terjadi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya (Detik.com, 7/02/2019). Terdakwa Ahmad Dhani mengenakan  kaus bertuliskan 'Tahanan Politik' di bagian depannya, memakai blankon dan celana jeans berwarna hitam.

Selain penampilannya tersebut, Ahmad Dani tampak tertunduk ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan dakwaan. Tentu saja ini penampakan yang kontras daripa biasanya dengan sosok Ahmad Dani yang biasa dilihat sangat percaya diri -- bahkan sedikit angkuh. 

Dengan perubahan penampilan Ahmad Dani pada sidang tersebut, sontak menarik perhatian seluruh pengunjung hadir, para jaksa, hakim dan awak media. Seperti dilansir Merdeka.com (07/02/2019), ada kisah dibalik penampilan atau dresscode  Ahmad Dani. Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukumnya, Indra Wansyach. Kaus hitam "Tahanan Politik" tersebut menggambarkan situasi batinnya saat ini. Dani meanggap dirinya hanyalah korban politik. Namun sang kuasa hukum tak dapat menjelaskan lebih jauh akan hal itu. 

"Baju itu adalah pesan ungkapan hati dari mas Dhani saja. Ia merasa kasusnya ini sarat dengan kepentingan politik," ujarnya Indra seperti dilansir Merdeka.com (Kamis, 07/02/2019).

Apapun alasan yang disampaikan kuasa hukumnya dan seperti apa suasana ruang bathin Ahmad Dani, kaus tersebut seperti telah disiapkan sejak awal sebelum persidangan.  Ahmad Dani telah mengkonsep dirinya sebagai 'Tahanan Politik' secara baik.

Tulisan "Tahanan Politik" pada kaus Ahmad Dani mengingatkan kita pada era atau masa Orde Baru. Pada era inilah, akronim "Tapol" atau "Tahanan Politik" diciptakan. Pada masa itu, istilah ini ditujukan kepada tokoh-tokoh yang terlibat dalam kasus G30S meskipun kenyataan istilah "Tahapan Politik" melingkupi berbagai kasus politik. Selain dari mereka yang tidak tersandung G30S hanya disebut "tahanan" saja.

Merujuk pada Wikipedia (akses 08/07/2019), seseorang disebut Tahan Politik (Tapol) adalah orang  yang ditahan di penjara atau tempat pembuangan. Alasan ditahan atau dibuang karena orang tersebut memiliki ide-ide atau pandangan yang dianggap menentang pemerintah atau membahayakan kekuasaan negara.

Setelah menyimak pertanyaan di atas, pertanyaan kita, apakah sebutan pantas ditujukan kepada Ahmad Dani? Tepatkah Ahmad Dani menyebut dirinya sebagai Tahanan Politik?

Mengklaim diri sebagai Tahanan Politik adalah kesalahan (kesesatan), mungkin juga, kesengajaan Ahmad Dani untuk menafsirkan dirinya. Penulis melihatnya ia bukan sebagai korban politik melainkan pemain politik itu sendiri. Dengan mengenakan baju tersebut, Ahmad Dani sedang mencitrakan rezim saat saat ini sebagai resim anti kritik. Ia adalah satu satu korbannya. Dani, sekali mendayung dua tiga pulau terlampau.

Tambahannya, Ahmad Dani boleh memiliki intelegensia musikal yang tinggi. Ia boleh mampu menciptakan puluhan album,  melahirkan beberapa musisi atau penyanyi dan menjadi juri di berbagai ajang tapi ia tidak memiliki intelegensia politik yang mumpuni. 

Dani bukanlah orang yang pandai atau cerdas berpolitik. Dia hanya mengandalkan popularitas keartisannya lalu terjun di politik. Kapasitas politik tak sehebat artis lain seperti Tantowi Yahya, Dede Yusuf, dan lain-lain. Dalam debat di TV pun, Dani tak banyak berkutik dengan lawan debatnya. Singkatnya, pikiran-pikiran cerdas Ahmad Dani pun tak tampak selama aktivitas perpolitikannya.

Transformasi Dani dari dunia musik ke dunia politik di saat popularitas keartisannya semakin redup, produktivitas musiknya menurun serta badai yang menghantam rumah tangganya. Untuk mengangkat atau menaikan kembali popularitas, Dani tampil bak orang hebat berpolitik di antara barisan politisi kawakan yang memang berseberangan dengan pemerintah saat ini. 

Tak banyak pikiran atau ide-ide politik yang dicetuskannya, selain cuitan, vlog dan 'orasi' yang merendahkan orang lain. Menyerang pribadi pemimpin negara dan kelompok masyarakat tertentu. Ia sama sekali mengabaikan  hal-hal substansial yang berkaitan kebijakan pemerintah dan kenegaraan.

Pertanyaan lagi, apakah Ahmad Dani terdakwa karena pikiran atau ide gagasannya yang membahayakan negara? Jawabannya, tidak. Dalam persidangan, JPU mengatakan Dani didakwa bersalah atas tindakan ujaran kebencian yang dilakukannya. Lagi pula, disebutkan pada paragraf sebelumnya, cuitan, vlog dan 'orasi' Dani tak mengandung gagasan atau ide yang mengancam keberadaan negara.

"Membuat ujaran tidak sepantasnya buat video vlog massa elemen dan singgah di media sosial dalam video 1.37 detik,"  ujar Rahmat Hari Basuk salah satu JPU yang dikutip Detik.com (Kamis (7/2/2019).

Kasus ini sama sekali berkaitan politik apalagi bersifat politis. Kasus ini memang menjeratnya hanya persoalan ujaran kebencian. Secara kebetulan pula Dani adalah seorang "politisi" dan terjadi di tahun politik, kesan itu boleh saja muncul tapi tidak dibenarkan pula adanya kriminalisasi politisi.

Dalam pandangan penulis, pengklaiman Ahmad Dani sebagai Tahanan Politik adalah sesat nalar seorang Ahmad Dani sendiri. Ia sama sekali bukan sosok yang ditakutkan seperti Sri Bintang Pamungkas, Pramoedya Anantoer, dan lain-lain. Dani, sosok yang biasa-biasa saja. Jikalau ia "menyalak", tak mampu mengguncang negara karena ketiadaan gagasan atau ide.

Bisa juga, pengklaiman tersebut merupakan gerakan alam bawah sadar Ahmad Dani.  Bahwa  ia memang tanahan politik karena terpenjara di diantara dua kubu yang bersebrangan. Ia terjebak dalam polarisasi arus kedua kubu. Dan, ia pun terjebak.   

Apapun maksud dan tujuan tulisan tersebut dibuat, penulis berpendapat bahwa mengklaim diri sebagai Tahanan Politik merupakan tafsiran sesaat pelaku sendiri. Dengan dalil dan fakta apapun, sebutan itu tak dapat disematkan pada Ahmad Dani. 

Dari segi makna, arti , defenisi dan riwayat kata tersebut serta atribut dirinya sama sekali ditemukan padanya. Menyebut Tahanan Politik hanya bentuk "pencitraan" Dani sebagai pihak yang terzolimi oleh rezim. 

Dengan kata lain, ini hanya strategi politik Ahmad Dani dan kubunya untuk menjatuhkan mental politik petahana dan menaikan derajat politiknya yang telah jatuh di titik nadir karena kecerobohannya dan 'mungkin' kebodohannya sendiri.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun