Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saat ke Borobudur, Aku Kehilangan Candi, Kudapati Orkestra Semesta Janji

16 Mei 2021   15:25 Diperbarui: 16 Mei 2021   15:40 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Borobudur mandi cahaya waktu(gogoo tour) 

Aku lupa,  dilanda euphoria,  sebagai biker pengelana keliling jawa sendiri,  juga lantaran terburu -buru bermaksud mengejar matahari terbenam di atas stupa candi utama. Saat aku berjalan bergegas, saat itulah pelan-pelan kusadari ada sasmita pratanda yang berbeda dari perjalananku kali ini. Semestinyankau lebih waspada.

Bila tadi situasi sekitat candi teramat sepi.  Mendadak sekitar jadi ramai dan hingar bingar. Banyak orang orang mengenakan ikat kepala putijh baju celana putih dari bahan berbulu dililitkan,  banyak yang telanjang dada, telanjang kaki,  kaki dan tangan mereka kuat-kuat. Bahkan kaum perempuan hanya mengenakan kain jarit putih atau hitam berbulu saja. Banyak yang berrkebaya,  tapi yang muda - muda bertelanjang dada. Spontan aku tercekat dengan pemandangan indah take terduga yang mengundang syahwat pendatang musafir sepertiku.

Sungguh dalam hidup,  aku belum pernah melihat pemandangan seindah,  sealami ini. Perempuan-perempuan berambut panjang terurai sampai pinggang Ada yang Sampai menyentuh dengkul bahkan.  Tidal ada yang berambut pendek, semuanya elok,  dihiasi bunga kamboja Di telinga,  stay titik beras Di Pusat kening. Kulitnya hitam manis,  Dan kuning langsat . Sebagai lajang diusia kulminasindahaga syahwati,  melihat parade payudara bebas menggantung,  lalu lalang di depan mata, tanpa malu. Bahkan beberapa dari gadis manis itu menyungging senyum, melempar lirikan penuh arti. Semis Teresa seperti peluru menghujam. 


Ah,  bisa jadi aku akan ketemu jodoh dengan. Payudara dan rambut panjang terindah disini, harapku tulus.

 Mereka sibuk hilir mudik menuju rumahnya,  sambil membawa jun,  keramik jambangan besar tempat air yang diikat ke punggung dengan kain selendang. Air itu buat persediaan Di rumah rupanya.

Sebagian orang - orang itu tergesa. Menuju rumah. Sementara yang sudah rapi,  mandi, segera bergegas menuju tengah arena. Disitu ada pusat pelataran besar yang luas.  Ada tempat yang ditinggikan beberapa pertapa bersila melingkar menghadap pusat lingkaran. Bajunya hitam dan putih dengan ikat kepala yang ditalikan dengan gaya yang sudah amat jarang kulihat. Cara. Mengikat rambut.dan kepala amat berbeda dengan jaman kini.


Semakin sore., semakin banyak orang yang berkumpul dirimu,  di pusat persembahan ada altar agung tinggi,  dikelilingi orang -orang berpakaian emas yang semuanya memegang alat musik, segala macam alat musik aneh yang dipukul,  ditiup,  ditiup dan memakao mebran,  ada puluhan orang yang siaga mengalunkan nada.  dari ketinggian pojok alun - alun orkestra itu, pelan -pelan ingin kuabadikan kejadian menakjubkan menjelang senja yang belum pernah kulihat dimanapun.

Dari balik intip kamera DSLR Canon andalanku,  terlihat komposisi ritual yang kolosal dan luar biasa.  Mulai dari perbukitan tinggi berbatu ini orange berbaju emas,  Putih lalu hitam mengelilingi  bukit berundak-undak. Puas aku mengabadiikannha dari berbagai sudut yang elok. Mulai Ada halnyang terasa.aneh,.Candi Borobudur yang megah dan besar dengan banyak stupa tak nampak dalam intipan kamera tele juga penglihatan mata telanjang ku.  Ada apa ini ?.

Belum hilang rasa.penasaran akan perginya bangunan besar itu,  dari pandangan mataku terdengar tambur dipukul dengan penuh semangat perbawa. Mungkin bukan sekedae satu atau duabelasan tambur dipukul berirama dengan penuh irama ketukan yang memukau. Penuh rentak rampak semangat.

Lalu beberapa orang dengan tinggi badan nyaris tiga meter,  mamgangkat tandu emas, menggotong seorang Resi Agung ke pusat arena. Dari lorong gua batu seberang lapangan.  Seketika segala alat musik,  ditiup,  dipukul dan digaungkan resonansi nadanya.  Mendadak aku terhenyak dan larut dalam alunan orkestra Penuh semangat namun menenangkan jiwa.  Semua kepala menunduk hening cipta. Hanya aku yang menengadahkan kepala. Penasaran dengan segala apa yang terjadi. Semua ini terasa tak masuk akal, tapi mempesona,  magis dan menenangkan pikiran.

Kembang duren sinawang sinambi leren
Dalongop kang warna sumeh semunira
Luwes pamicara hangengut driya

Lamat tembang Ketawang Puspawarna dari earphone. Hapeku,  masih terdengar, kini tembang masa lalu
Rombongan raksasa telanjang dada datang dalam dentum perkusi yang rancak membawa tandu kebesaran dan membawa berbagai senjata,  diiringi rombongan manusia kate. Manusia kerdil yang cuma setinggi pinggang tapi mukanya seram seram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun