Saat aku bercermin di kaca benggala di gerbang museum kereta keraton. Kudapati tubuhku berlapis baju beskap,kain dan blangkon. Elok sekali aura jawaku keluar. Tidak cuma itu, bahkan aku tiba-tiba ada panggung pakeliran, mentas dengan wayang kulit lengkap. Tidak terkira megahnya pementasanku. Dengan lakon carangan "Matinya sang Dalang". Aha ! Ini cocok dengan impian, aku memang ingin mati di saat mendalang. Dan celaka, ini betul-betul terjadi. Malaikat maut menjemput tiba-tiba. Maka pindahlah alamku. Aku tiba-tiba pindah di kahyangan, saat aku terbangun, disana ada keramaian. Rupanya akan ada pentas besar-besaran, panggung dan wayang kulit dan nayaga penabuh gamelan siap, tapi tak ada Dalangnya. Mereka akhirnya bermohon aku membantu pentas menjadi Dalang, meski badan masih lunglai. Kujalani dengan mantap. Pentas baru berjalan separuh. Masuk babak goro-goro, malaikat maut lagi-lagi menjemputku mendadak. Maka penonton ribut. Heboh besar. Baru saja aku bangun tertatih di surga, ada pentas lebih besar lagi. Karena Dalangnya berhalangan, Lalu aku diminta membantu pentas. mendalang lagi. Baru saja suluk pembuka. Aku dijemput malaikat maut, dipindahkan ke firdaus. Dan, alamak ada pentas wayang super kolosal lagi. Dan tidak ada Dalang yang bermain. Aku diminta mendalang lagi. Duh, gusti aku bahagia Tetapi lelah mengikuti pakemmu. Aku hanyalh Dalang kecil di semesta jagad galaksi Dalang besarmu.