Fenomena serupa juga tampak jelas di platform seperti TikTok. Mahasiswa yang menjadi kreator konten menggunakan fitur TikTok Affiliate untuk menyebarkan link produk yang mereka ulas. Berdasarkan penelitian dari Universitas Negeri Surabaya, strategi ini terbukti efektif dalam mendorong minat beli Gen Z, terutama karena kontennya singkat, menarik, dan mudah dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari (Brilianita & Sulistyowati, 2023).
Selain itu, kedekatan emosional yang dibangun antara kreator dan penonton menciptakan hubungan parasosial, yaitu ikatan satu arah yang terasa personal walaupun tidak ada interaksi langsung. Dalam konteks digital, hubungan ini cukup kuat untuk memengaruhi keputusan pembelian, terlebih ketika kreator dianggap jujur dan autentik (Sissy et al., 2022).
Bukan hanya menumbuhkan niat membeli, affiliate marketing juga berkaitan dengan perilaku konsumtif yang cenderung impulsif. Studi dari STIEMB (2025) mengungkapkan bahwa konten promosi seperti ulasan produk dan link affiliate dapat memicu pembelian spontan dengan pengaruh yang signifikan (t = 7,040; p < 0,001), di mana audiens cenderung tertarik tanpa mempertimbangkan secara mendalam (Jurnal MEA, 2025).
Penelitian dari Denpasar turut menyoroti bahwa kepercayaan konsumen terhadap tautan affiliate dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kejelasan informasi, reputasi pembuat konten, kualitas produk, serta kesesuaian konten dengan kebutuhan audiens (Piliana et al., 2024).
IV. KESIMPULAN
Di tengah kemajuan era digital saat ini, affiliate marketing bukan lagi sekadar tren sementara, tetapi telah berkembang menjadi peluang nyata yang sebaiknya diperhatikan oleh mahasiswa. Cukup dengan menggunakan media sosial dan keterampilan dalam membuat konten yang menarik, mahasiswa dapat mulai memperoleh penghasilan tambahan dengan membagikan tautan produk. Fenomena ini semakin meluas, terutama di platform seperti TikTok dan Shopee
yang menyediakan program afiliasi dengan sistem komisi langsung untuk setiap penjualan yang berhasil mereka capai.
Berdasarkan teori Social Influence dari Kelman (1958), pilihan seseorang untuk melakukan pembelian melalui tautan afiliasi sangat dipengaruhi oleh aspek sosial—baik karena kepercayaan terhadap pembuat konten, keinginan untuk menirukan orang yang dikagumi, maupun karena pesan yang disampaikan sesuai dengan nilai-nilai pribadi mereka. Dalam konteks ini, mahasiswa yang berfungsi sebagai pencipta konten memiliki dampak signifikan dalam membangun kepercayaan dan memengaruhi tingkah laku audiens secara psikologis serta emosional.
Berbagai penelitian terbaru juga memperkuat hal ini, menunjukkan bahwa affiliate marketing memiliki dampak signifikan terhadap minat membeli, keputusan pembelian, dan bahkan memicu perilaku belanja impulsif. Fakta ini menunjukkan bahwa selain menghasilkan keuntungan finansial, program afiliasi juga merupakan metode pemasaran yang efisien. Namun, pencapaian tersebut juga dipengaruhi oleh elemen-elemen seperti keterbukaan informasi, kepercayaan kreator, serta mutu konten yang disajikan—semuanya krusial untuk menciptakan kepercayaan yang berkelanjutan dengan audiens.
Dengan cara ini, mahasiswa tidak hanya perlu mengerti tentang konsep affiliate marketing, tetapi juga dapat mulai menggunakannya sebagai alat untuk meningkatkan literasi digital serta kemandirian ekonomi. Usaha ini luwes, tidak memerlukan investasi besar, dan dapat dilakukan di antara kegiatan kuliah. Walaupun begitu, sangat penting bagi mahasiswa untuk selalu mengedepankan etika digital dan memastikan bahwa produk yang mereka tawarkan benar-benar memberikan manfaat yang nyata untuk para pengikutnya.
Dengan demikian, bisnis afiliasi bukan hanya soal "mendapat uang dari tautan", tetapi juga mengenai peran mahasiswa dalam mengembangkan ekosistem digital yang lebih cerdas, inovatif, dan bertanggung jawab.