Mohon tunggu...
Aziz Riyanto
Aziz Riyanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mahasiswa teknologi pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Raja Kecil di Ruang Kelas

6 Maret 2015   16:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:04 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tentu kita masih ingat mendengar istilah GURU (digugu lan di ditiru) dipercaya dan ditiru. Konotasi ini lebih mempersepsikan bahwa segala yang ada dalam guru merupakan kebaikan dan wajib hukumnya dilaksanakan oleh siswa, segala perintahnya tidak mengalami penjaringan pendekatan kritis dan kontrukstif dalam pengambilan keputusan dan konsekuensi oleh pendidik maupun siswa tentang apa yang dibelajarkan. Hal tersebut bahkan terjadi di perguruan tinggi yang secara psikologis mahasiswanya dapat berpikir secara formal rasional, yang dapat mengetahui sebenarnya apa yang menjadi kebaikan dan kebutuhan para mahasiswa.

Upaya yang dilakukan pendidik beranggapan merupakan bentuk indoktrinasi pengetahuan dan kebiasaan yang menurutnya bertujuan membentuk tatanan sosial dimasyarakat yang lebih baik. tatanan tersebut merupakan hasil pola pikir para pendidik dan pembuat instrumen kurikulum yang kecenderungannya bersifat konservatis dengan tetap mengedepankan gaya pengajaran lama dengan metode ceramah (transfer of knowledge) dan ilmu pengetahuan yang sudah usang dimakan oleh zaman, tentu saja terlihat dari keputusan pemerintah yang mengembalikan dekonsentrasi dalam KTSP ke sentralisasi di Kurikulum 2013. Pendidik sekarang masih menggunakan prosedural berpedoman teknis yang harus diterapkan sebagaimana adanya, tanpa menafsirkan dan memikirkan mendalam kebutuhan pedoman nasional dan kebutuhan siswa disekolah. Sebenarnya dalam benak hati para pelajar menuntut perubahan secara radikal dan penuh tantangan disesuaikan dengan kebutuhan praktis dalam membentuk tatanan sosial masyarakat modern.

Pendekatan kritis yang dilakukan oleh para siswa sebenarnya kerap kali sering dilakukan namun mereka terbentur tembok raksasa dengan adanya ketidakobjektivitas para pelaku pendidikan yang merasa siswa itu berbeda maka itu salah, dianggap nakal dan bodoh. Bahkan hal yang sekecil dan sepelepun dianggap salah ataupun mendapat hukuman dari para pendidik sebagaimana yang terjadi di sekolah mewajibkan pemakaian sepatu hitam polos sehingga bila ada tanda warna lain misalnya putih garis sedikit maka dianggap pelanggaran. Hal ini sangat bertentangan dengan konsep kenegaraan kita yang menganut bhinneka tunggal ika, bukankah perbedaan tersebut merupakan keindahan dan telah mempersatukan kita, bukankah keindahan merupakan unsur gagasan kreatifitas. Lantas kenapa pendidik kita membatasi kreatifitas???

Kemudian pendekatan kritis dan kontrukstif ditangguhkan gara-gara ketakutan para pelajar akibat buruknya nilai ijazah, raport dan ketidaklulusan seperti yang ada pada ujian-ujian lainya baik level lokal maupun nasional yang sama-sama mempersamakan kecerdasan setiap masing-masing, sehingga muncullah fenomena mencontek massal dan terorganisir akibat dari hukuman sosial yang menganggap nilai rendah itu buruk dan ketidaklulusan itu bodoh yang oleh Skinner disebut penguatan (reinforcement) negatif sehingga memaksa siswa melakukan tindakan amoral.

Ketakutan pelajar itulah yang meluap dari sebuah nilai pada selembar kertas yang merupakan refleksi dari persepsi dari sang pendidik sehingga para siswa beranggapan menghormati dan mentaati karena sumber kekuasaan berasal dari pendidik, yang dapat dikatakan kurang objektif, komprehensif dan kontinuitas dalam menentukan metode dan mengevaluasi siswa. Untuk itulah diperlukan pendekatan kontruktivistik yang memandang bahwa manusia memiliki pengalaman, kecerdasan dan keberadaanya masing-masing. dan pendekatan kritis yang membentuk penalaran yang tanggap dan terhadap masalah yang nantinya menciptakan manusia partisipatoris dan emansipatoris. Itulah yangsebenarnya pendidikan menjadikan manusia seutuhnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun