"Aku tidak bermaksud marah, hanya ingin kamu tahu, kerapian bagiku adalah rasa damai."
Hening. Tapi hening kali ini bukan lagi tanda dingin, melainkan tanda kesadaran.
Bahwa luka yang tumbuh di antara mereka bukan musuh, tapi guru kehidupan.
Guru yang mengajarkan bahwa cinta tak cukup dengan niat baik , ia juga butuh cara yang bisa dimengerti oleh orang yang kita cintai.
Bahwa kebersamaan bukan tentang siapa yang benar atau salah, melainkan tentang siapa yang mau belajar menyesuaikan langkah.
Setiap hubungan membawa perbedaan.
Ada yang cepat dan spontan, ada yang teratur dan penuh perhitungan.
Dan sering kali, perbedaan itu melahirkan salah paham bukan karena kurang cinta,
tapi karena belum memahami bahasa cinta satu sama lain.
Cinta sejati bukan berarti tak pernah bertengkar.
Cinta sejati adalah ketika dua hati tetap memilih saling memeluk setelah badai berlalu,
karena sadar, tak ada yang perlu menang dalam cinta.
Yang penting, kita tetap memilih untuk bersama, belajar, dan tumbuh.
Mungkin kita juga pernah berada di posisi yang sama merasa tak dimengerti, atau tanpa sadar menyakiti dengan kata yang tak seharusnya.
Namun, kehidupan berumah tangga sejatinya bukan tentang mencari kesempurnaan pasangan,
melainkan belajar menerima bahwa cinta itu tumbuh justru di antara ketidaksempurnaan.
Cinta bukan tentang "siapa yang salah",
tapi tentang "siapa yang mau lebih dulu memahami".
{{{ Positif, Sehat dan Bahagia }}}
Brebes, 18 Oktober 2025
Aziz Aminudin, M.Pd
Trainer & Profesional Hipnoterapis
Griya Hipnoterapi MPC - Brebes
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
