Mohon tunggu...
Aziz Abdul Ngashim
Aziz Abdul Ngashim Mohon Tunggu... Administrasi - pembaca tanda dan angka

suka dunia jurnalistik, sosial media strategy, kampanye media sosial, internet marketing. sisanya nulis buat enjoy aja. smile

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Ibukota Sakit, Ibu Pertiwi Menangis

13 Juni 2010   05:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:34 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Salam Indonesia Jakarta adalah Ibukota dari anak-anaknya yang sedang tumbuh, sayangnya sang Ibu sedang sakit. daulat sebagai Ibukota yang menjadi delegasi Ibu Pertiwi untuk bertanggung jawab pada seluruh isi tanah air Indonesia. berapa lamakah Ibukota mampu bertahan?, karena dibalik wajah cantik Ibukota tersimpan penyakit akut yang sedang menggrogoti. Ibu Pertiwi menangis melihat Ibukota sakit, Ibu pertiwi bingung dan khawatir tentang nasib tanah air jika Ibukota yang sakit selalu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, jika Ibukota sakit, lalu siapa yang akan mengurusi kota-kota lain di Indonesia, haruskah jabatan Ibukota yang dipegang Jakarta dipindahkan ke kota lain?. ya, jakarta memang sedang sakit, suka atau tidak warga jakarta harus menerima itu, ini bukan soal pemerintahan tapi soal tata kota. 3 penyakit yang menggrogoti Jakarta adalah macet, banjir, dan kumuh. dan itu hanya terdapat di Indonesia. hampir semua Ibukota negara didunia (kecuali negara2 miskin) cukup tertata rapih, tapi jakarta jauh dari itu. jakarta tumbuh terlalu cepat, amat sangat cepat dan tanpa terkendali, tidak ada plan yang dibuat pemerintah untuk menanggulangi ini, hal yang dilakukan adalah pemerintah kaget, dan melakukan penggusuran dimana-mana sebagai akibat dari ledakan penduduk. Warna merah adalah pemukiman, warna hijau menunjukkan vegetasi, dan biru menunjukkan tubuh air. Tanpa dituliskan keterangan-pun Thole juga bisa melihat sendiri, bahwa perkembangan Jakarta emang “pesat” !. Nah, sekarang silahkan memberi komentar. Atau kalau tanya juga boleh … apalagi menjawab pertanyaan temen lainnnya jakarta 1972, perkembangan kota masih sangat kecil, hanya terkonsentrasi pada wilayah tengah ke utara dan sekitar pelabuhan tanjung priok. sisanya masih berupa hutan dan rawa-rawa. [caption id="attachment_165692" align="aligncenter" width="204" caption="jakarta 1972"][/caption] pada tahun 1982 jakarta mulai berkembang ke arah tenggara yaitu ke arah bekasi, kota semakin membesar, pemukiman semakin luas, dan lahan hijau mulai berkurang. sedangkan wilayah tanjung priok mulai bergerak ke selatan. sebenarnya ini cukup mengherankan karena wilayah itu dulunya berupa ra-rawa yang kemudian disulap jadi pemukiman. [caption id="attachment_165693" align="aligncenter" width="203" caption="jakarta 1983"][/caption] jakarta semakin penuh denganbangunan dan pemukiman tanpa bisa dikontrol oleh pemerintah, karena pemerintah hanya memusatkan perhatian pada pembangunan simbol-simbol kota macam TMII atau ancol, hingga kota secara keseluruhan tidak terpantau, pemukiman liar berkembang biak. dan pergerakan luasan kota mulai bergerak ke barat, ini dikarenakan adanya bandara soekarno-hatta di tanggerang. seluruh wilayah utara dan tengah sudah penuh dan hanya tersisa bagian selatan. [caption id="attachment_165695" align="aligncenter" width="201" caption="jakarta 1993"][/caption] pasca Reformasi jakarta semakin runyam, hampir semua lahan hijau dan kosong di babat habis, dan hanya menyisakan sedikit di wilayah pinggiran jakarta. itupun sebenarnya tidak sepenuhnya lahan hujau vegetasi. karena adanya generalisasi peta saja hingga membuat lahan itu terlihat sepenuhnya hijau. atau bisa jadi, wilayah pinggiran jakarta yang terkesan hijau sebenarny adalah taman, tempat wisata hingga perumahan elit yang di setting alam. jadi itu bukan lahan vegetasi yang sebenanya. [caption id="attachment_165696" align="aligncenter" width="201" caption="jakarta 1998"][/caption] Peta penutupan lahan Jakarta pada tahun 2002 diatas ini jelas menunjukkan bahwa Jakarta sudah tidak sekseeh. Jakarta menjadi gemuk, tembem,dan lambaaan dalam berjalan. Jelas terlihat sangat mungkin Jakarta tidak akan mampu “melayani” propinsi-proinsi lain sebagai seorang ibu. [caption id="attachment_165697" align="aligncenter" width="500" caption="jakarta 2002"][/caption] sangat sulit untuk membuat jakarta berkembang. Mempertahankan Jakarta sebagai kota pemerintahan menjadi tidak seluruhnya logis ! Kalau perkembangan serta kesulitan menata ini terus berlangsung maka harus ada alasan lain untuk mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan ! silahkan tengok disini wajah citra jakarta jangan keget. itulah ibukota tercinta, maka pertanyaan dari kota lain sebagai anak, masihkan Jakarta mampu menjadi Ibu bagi kota-kota lain di Indonesia. dan kini mungkin Ibu pertiwi menanis dan semoga tidak menyesal menjadikan Jakarta sebagai panutan, bu cepatlah sembuh.... kami mencintaimu.... Salam kompasiana, sumber peta : disini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun