Hari ini, Di pelosok-pelosok desa serta di sudut-sudut sekolah Dan di lingkungan sekitar. Anak-anak sibuk menunduk, bukan sedang membaca buku atau membaca Alquran tapi mereka menatap layar ponsel dengan serius. Jari mereka dengan Cepat dan lincah bukan untuk membolak balik halaman, melainkan untuk menggulirkan video-video pendek serta memainkan game online yang tidak produktif. handphone dengan aplikasi Media Sosial seperti Tiktok, Facebook, Instagram Dll. Telah menjadi ruang belajar paling populer meski bukan untuk belajar seperti yang kita pahami.
Dengan Pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (Handphone). Telah membawa anak-anak ke dalam jurang kehancuran dan kepasifan. Mereka tidak lagi mau belajar seperti membaca Buku, Al-Qur'an, kitab dan lain sebagainya karena bagi mereka game online dan tiktok lebih menarik dari pada membaca. Fenomena ini bukan semata tren teknologi. Namun Ini adalah gejala sosial yang mempengaruhi sehingga krisis literasi yang menjelma dalam wajah baru. Keterpaparan terhadap handphone dan media sosial tidak disertai dengan kesiapan literasi digital yang memadai. Ketika Tiktok Viral dan buku tertinggal, maka kita perlu bertanya, kemana arah pendidikan kita dan apa yang sedang hilang dalam prosesnya?
Di rumah, situasinya Sudah tidak lebih baik. Banyak orang tua di desa yang bekerja seharian di kebun, di laut, atau di pasar. Handphone menjadi semacam "Pengasuh Digital" yang praktis. Anak-anak dibiarkan dengan bebas  menatap layar ponsel tanpa kontrol. Mereka bisa membuka apa saja, mengakses konten apapun, dan menyerap nilai-nilai tanpa pengetahuan dan pengawasan dari orang tuanya, (Agus Hi. Jamal). Ini menjadi bom waktu. Anak-anak telah tumbuh dengan bahasa dan referensi luar yang tidak selalu sesuai konteks. Mereka mengenal bahasa kasar, budaya instant, dan gaya hidup hedonistik sebelum mengenal Nama-nama pahlawan Indonesia atau nama-nama parah tokoh filsafat Islam dan filsafat Yunani Kuno. Bukankah ini adalah bentuk kolonialisasi gaya baru yang halus dan tanpa suara?
Dalam situasi semacam ini, tentunya sebagai orang tua juga harus memiliki peran penting dalam hal mengontrol anak-anaknya agar supaya mereka jangan terlalu terfokus pada handphone yang dengan lambat akan menghancurkan sistem penalaran berpikir karena telah terkontaminasi dengan Media Sosial dan tidak mau untuk belajar. Bagi anak-anak terutama kaum terpelajar membaca tak sebanding seru dengan menonton Konten yang berdurasi 15-20 menit yang penuh efek suara dan editan. Handphone bukan hanya alat bantu tetapi telah menjadi pusat perhatian bagi anak-anak zaman sekarang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI