Mohon tunggu...
Ayu Oktaviana Miftahul Jannah
Ayu Oktaviana Miftahul Jannah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis adalah healing terbaik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tambang Nikel di Raja Ampat : Antara Nafsu dan Titah Illahi

16 Juni 2025   09:30 Diperbarui: 16 Juni 2025   09:30 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Radar Mojokerto

Raja Ampat terkenal akan keindahan alam lautnya. Keberagaman ekosistem laut Raja Ampat menjadi bagian pusat terumbu karang di dunia. Lebih dari 610 pulau yang merupakan tempat bagi 75% spesies laut dunia, termasuk 1.500 spesies ikan dan 540 jenis karang. Namun kini, keindahannya terengut akibat aktivitas penambangan nikel.

Penambangan nikel tersebut berpotensi melanggar ketentuan pidana di samping juga mencemari lingkungan. Dikutip dari metrotvnews.com (7/6/2025), Herdiansyah Hamzah selaku Peneliti Studi Anti Korupsi Universitas Mulawarman mengungkapkan bahwasanya kepulauan Raja Ampat masuk kualifikasi pulau-pulau kecil  yang dilindungi pada UU No. 27 Tahun 2007. Dilanjutkan pada pasal 35 huruf k yang mengamanatkan pelarangan penambangan mineral di pulau-pulau kecil yang dapat menimbulkan kerusakan ekologis, pencemaran lingkungan serta merugikan masyarakat setempat.

Melihat kondisi miris ini, publik geram dan ramai-ramai menyerukan hastag SaveRajaAmpat di media sosial yang akhirnya pemerintah pun dipaksa untuk turun tangan, meski nyatanya hanya formalitas belaka.

Deforestasi Tanpa Terkendali

Pengurangan luas hutan atau penggundulan hutan akibat penambangan telah tidak terkendali. Tercatat ada empat perusahan tambang tambang yang menjadi objek pengawasan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. KLH menemukan banyaknya pelanggaran serius di aktivitas pertambangan nikel. (Tirto.id, 7/6/2025) PT Mulia Raymond Perkasa tidak mempunyai dokumen lingkungan dan PPKH dalam aktivitas di Pulau Batang Pele. PT Kawei Sejahtera Mining menggunakan area untuk penambangan hingga 5 hektare di Pulau Kawe. PT Anugerah Surya Pratama kurang lebih 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengelolaan air limbar larian. Sementara PT Gag Nikel beroperasi di Pulau Gag sekitar 6.030,53 hektare.

Padahal pemerintah yang mengizinkan pembukaan tambang oleh korporasi sama saja menyerahkan sumber daya alam milik rakyat kepada berarti menjual negeri ini.

Ekologi Rusak Akibat Ekonomi Kapitalis

Rusaknya ekologi tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi Kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Di mana ekonomi Kapitalisme ini hanya dikuasai oleh segelintir oligarki. Oligarki ialah anak kandung dari Kapitalisme, penguasa dan pengendali ekonomi. Tanah dan sumber daya alam menjadi komoditas dan negara sebagai fasilitator kepentingan pemilik modal.

Dampak sistem Kapitalisme rakus dan oligarki adalah terciptanya kerusakan lingkungan. Defortasi, ekspoitasi berlebih terhadap laut, lahan dan segala keanekaragaman hayati. Rakusnya oligarki tidak punya hambatan sebab adanya koneksi langsung kepada kekuasaan politik. Secara mudah membentuk undang-undang, meloloskan izin dan bebas sanksi hukum. Mirisnya lagi, aparat yang seharusnya melindungi rakyat kini malah sering melindungi kepentingan korporat.

Tidak hanya dampak sosial yang menjadikan ketimpangan ekonomi yang berat sebelah, juga dampak ekologis akibat kerakusan para oligarki. Konflik agraria kian sering terjadi, bahkan sampai menimbulkan krisis iklim global dan hilangnya keanekaragaman hayati.

Menjaga Bukan Merusak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun