Empati (empathy) atau penempatan diri dalam pengalaman orang lain juga menjadi kunci, dimana seorang penafsir harus mampu "merasakan" pengalaman aktor yang mendasari tindakan yang diinterpretasi, agar interpretasi tidak kosong atau reduksionis. Dalam hermeneutika, empati bukan sekadar peniruan, tetapi rekonstruksi makna melalui dialog antara penafsir dan teks/aktornya.
Nilai, Moral, dan Makna dalam Akuntansi
Dalam akuntansi hermeneutik, angka dan laporan keuangan bukan netral secara moral. Terdapat sejumlah dimensi aksiologis yang harus diperhatikan:
- Nilai transparansi dan kejujuran
Keputusan pengungkapan, estimasi, klasifikasi, dan kebijakan akuntansi mengandung pilihan nilai, seperti apakah menyajikan informasi dengan "jujur" atau "mengaburkan fakta," apakah memberikan informasi yang cukup atau menahan informasi yang merugikan manajemen. Pendekatan hermeneutik menuntut pemahaman nilai-nilai yang melatarbelakangi pilihan tersebut. - Responsibilitas dan akuntabilitas moral
Ketika angka berdampak pada pemangku kepentingan (investor, kreditor, karyawan, masyarakat), maka manajer dan akuntan memiliki tanggung jawab moral. Akuntansi hermeneutik memandang bahwa pembuatan, penyajian, dan penggunaan angka memiliki implikasi etis, sehingga harus ditafsirkan dalam kerangka tanggung jawab moral. - Keadilan dan keadilan distributif
Dalam menyusun laporan keuangan, keputusan dapat menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Pendekatan hermeneutik memungkinkan kita melihat siapa yang mendapatkan manfaat atau kerugian dari interpretasi angka tertentu, dan mempertimbangkan keadilan dalam distribusi informasi dan konsekuensinya. - Makna dan interpretasi stakeholder
Stakeholder akan menginterpretasi angka berdasarkan pengalaman dan nilai mereka sendiri. Nilai yang berbeda ini dapat memunculkan konflik interpretasi. Oleh karena itu, akuntansi hermeneutik harus sensitif terhadap pluralitas interpretasi dan nilai. - Dampak moral tindakan akuntansi
Manipulasi, window dressing, penggelembungan laba, pengeluaran tersembunyi, penghindaran pajak, hal-hal tersebut memiliki implikasi moral. Pendekatan hermeneutik dapat membantu "membaca di balik angka" dan membuka wacana moralnya. - Empati sebagai alat interpretasi
Untuk memahami keputusan manajerial di balik angka, penafsir harus menggunakan empati. Penafsir harus mencoba menempatkan diri dalam perspektif manajer, memahami tekanan, tujuan, konteks operasional, dan konflik internal yang mungkin mereka hadapi. Dengan demikian, interpretasi angka menjadi lebih manusiawi dan bernuansa.
Dengan demikian, aksiologi dalam akuntansi hermeneutik bukan tambahan yang terpisah, melainkan bagian integral dari proses interpretasi. Nilai, empati, dan makna moral memandu bagaimana angka dibaca, apa pertanyaan yang diajukan, dan bagaimana interpretasi dihasilkan.
Bagaimana Cara Penerapan Pendekatan Hermeneutik dalam Akuntansi?
Setelah memahami "apa dan mengapa," selanjutnya menjadi penting untuk melihat bagaimana pendekatan hermeneutik dapat diterapkan secara konkret dalam akuntansi (baik penelitian maupun praktik). Di bawah ini adalah kerangka cara atau mekanisme penerapannya, disertai tantangan dan langkah-langkah yang mungkin dilakukan.
Langkah-langkah Umum dalam Penelitian Akuntansi Hermeneutik
Berikut langkah-langkah umum yang dapat diadaptasi dalam penelitian akuntansi menggunakan pendekatan hermeneutik:
- Pemilihan fenomena/kasus yang bermakna
Pilih fenomena akuntansi yang kaya makna dan kontradiktif, misalnya kebijakan pengungkapan, estimasi akuntansi, pelaporan keberlanjutan, perubahan kebijakan akuntansi, whistleblowing akuntansi, praktik "window dressing," audit etika, akuntansi ekstrak lingkungan, dan lain-lain. - Pengumpulan data kualitatif
Data yang sesuai meliputi wawancara mendalam (dengan manajer, akuntan, auditor, pengguna laporan), dokumen internal (memo manajerial, kebijakan akuntansi, keputusan dewan direksi), laporan keuangan, catatan rapat, diskusi informal, observasi organisasi, media dan narasi eksternal, catatan sejarah perusahaan. Pendekatan hermeneutik lebih mengedepankan kualitas dan konteks data dibanding jumlah besar. - Membawa pra-pemahaman (pre-understanding)
Peneliti harus menyadari latar belakang, asumsi, nilai, dan "prasangka" yang dibawa ke dalam proses interpretasi. Refleksivitas terhadap bagaimana prasangka itu mempengaruhi penafsiran sangat penting. - Membaca teks (angka, dokumen, narasi) dalam konteks
Mulailah membaca "teks" (laporan keuangan, dokumen kebijakan) dengan memperhatikan konteks historis, institusional, budaya perusahaan, dan regulasi eksternal. Jangan langsung melihat angka sebagai makna final, tetapi sebagai ekspresi manusiawi yang perlu ditafsirkan. - Berinteraksi dengan aktor/pengarang laporan
Jika memungkinkan, lakukan dialog dengan aktor yang terlibat, seperti manajer, akuntan, auditor. Tanyakan alasan, nilai, latar keputusan akuntansi, tantangan, konflik internal. Hal ini memungkinkan peneliti "memasuki" perspektif mereka dan memperoleh pemahaman empiris yang lebih kaya. - Lingkar hermeneutik (antara bagian dan keseluruhan)
Proses interpretasi dilakukan secara bolak-balik, yaitu pada bagian-bagian (angka, catatan kaki, kebijakan) hingga keseluruhan (visi perusahaan, strategi, konteks industri, tujuan manajerial). Penafsiran angka harus selalu dilihat dalam keseluruhan narasi organisasi, dan sebaliknya. - Analisis makna, nilai, dan implikasi etis
Setelah interpretasi, identifikasi makna yang terkandung, seperti apa pesan yang disampaikan, apa nilai yang dibawa, implikasi bagi stakeholder, konflik interpretasi, konsekuensi moral dari tindakan akuntansi tersebut. - Refleksi kritis dan validasi interpretasi
Peneliti harus melakukan verifikasi kepada aktor (member checking), triangulasi data, diskusi dengan kolega, mempertanyakan interpretasi alternatif, dan menjelaskan secara transparan bagaimana interpretasi dihasilkan (termasuk refleksi atas prasangka peneliti). - Pelaporan interpretatif
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk naratif interpretative, yaitu dengan memadukan kutipan aktor, interpretasi peneliti, refleksi nilai, dan makna. Tidak sekadar laporan hasil pengukuran atau statistik, tetapi narasi yang menggambarkan proses makna dan nilai dalam praktik akuntansi.
Penerapan dalam Praktik AkuntansiÂ
Walaupun hermeneutika lebih sering digunakan dalam penelitian, pendekatan ini juga dapat diaplikasikan dalam praktik akuntansi (internal perusahaan, auditor, konsultan). Berikut ide bagaimana praktik akuntansi dapat mengadopsi logika hermeneutik:
Audit interpretatif
Auditor tidak hanya memverifikasi angka dan kepatuhan terhadap standar, tetapi juga melakukan dialog interpretative, seperti memahami alasan manajer memilih kebijakan akuntansi, mengecek konsistensi narasi manajerial, mempertanyakan nilai dan asumsi yang mendasari pengukuran. Auditor juga dapat menggali apakah ada konflik interpretasi atau distorsi moral dalam penyajian laporan.
Penyusunan laporan naratif manajerial
Dalam laporan tahunan atau laporan keberlanjutan, manajemen dapat menyertakan narasi interpretatif yang menjelaskan keputusan akuntansi, konteks sosial, strategi, tantangan etis, dan dampak bagi stakeholder. Dengan demikian, laporan keuangan bukan hanya angka, tetapi "kisah" organisasi yang bermakna.
Kebijakan akuntansi reflektif dan keterlibatan stakeholder
Saat memilih kebijakan akuntansi atau estimasi, manajemen dapat membuka dialog dengan stakeholder (misalnya melalui diskusi publik, dewan komisaris, komite audit, pemangku kepentingan) mengenai nilai-nilai yang menjadi dasar keputusan. Hal ini lebih demokratis dan bermakna moral dibanding penetapan kebijakan secara sepihak.