Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di dalam Gelap, Ada Sedikit Kehilangan dan Cinta

11 Maret 2024   06:20 Diperbarui: 11 Maret 2024   06:28 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Free Spirit/ourfoodstories.com dari Pinterest 

Paulina menerima hidupnya. Dia membiarkan waktunya tersita di dapur rumahnya, memasak makanan kegemaran anak-anaknya, dan mengatasi penolakan dari yang lainnya. 

Anak perempuan Paulina sangat menyukai omlete buatannya, tetapi anak lelakinya sama sekali tak menyukai bau telur di meja makan.

Paulina tidak ingat mengapa keanehan ini bisa terjadi. Dia memutar otak mencari jalan keluar agar suasana dalam rumahnya terus nyaman. 

Paulina punya ide. Dia membuka semua jendela sebelum mulai mencampur telur dan susu. Dia berharap bau dari dapurnya akan dibawa pergi angin. Dengan begitu anak lelakinya tidak perlu cemberut lagi. 

Trik lainnya lagi, Paulina akan menambahkan banyak daun bawang untuk menutupi bau amis telur. Tidak lupa potongan sosis, susu, dan bumbu pelengkap dengan takaran yang tepat. 


Paulina benar-benar mencurahkan cintanya untuk melayani keluarganya. Dia melakukanya sepenuh hati hingga Paulina terlihat lupa menyenangkan dirinya sendiri. Badannya kurus dan rambutnya mirip sarang burung yang dilihatnya di pohon dekat jendela dapur. Wajah Paulina kusam dan sangat kelelahan karena pekerjaan rumah seperti tak pernah ada habisnya. 

Kini, anak-anak Paulina telah dewasa, bahkan si tampan Toby telah menikah dan sebentar lagi akan memberinya cucu pertama. 

Paulina seperti bermimpi. Matahari begitu cepat tenggelam di bawah atap rumah tetangganya, digantikan bulan yang muncul di jendela dapurnya. 

Bets suka minum susu sambil memandangi bulan terang. Wajahnya tampak ceria dan imajinasinya mengalirkan celoteh lucu kepada ibunya. Paulina meletakkan sepasang meja-kursi khusus untuk menyenangkan Bets, sambil terus mendengarkan semua yang dikatakan anak bungsunya.

Sekarang Paulina merindukan masa-masa itu. Saat di mana dia dibutuhkan anak-anaknya, dan menghabiskan waktu bersama mereka. 

*

Pukul empat sore. Paulina termenung dengan wajah sendu. 

Dia sudah menyiapkan kue pisang hazelnut kesukaan anak lelakinya, dan menyeduh teh hijau kesukaan menantunya. Namun hujan membuat hari menjadi dingin dan terlalu abu-abu. Paulina merasa mereka tidak akan datang seperti rencana semula.

Paulina terus menunggu. Matanya menatap hujan di luar jendela dapurnya. Dia teringat kenangan saat anak-anaknya merengek agar diizinkan bermain di luar. Mereka berlarian saat melihat ibunya mengangguk pelan. Anak-anak Paulina menari dan tertawa menikmati basah di tubuhnya. Paulina memandang dengan senyum kecil, lalu melanjutkan pekerjaannya yang masih menumpuk.

Paulina susah memejamkan matanya saat malam hari. Seluruh tubuhnya terasa sakit karena kelelahan. Pakaian kotor seolah diproduksi setiap hari di dapurnya. Dia mengosongkan keranjang pakaian namun segera terisi handuk mandi, sprei, seragam sekolah, dan kaus kaki. 

Paulina sekarang mengalihkan pandangannya ke dekat mesin cuci. Keranjang pakaian itu tak pernah penuh lagi seperti dulu. Anak-anak Paulina telah meninggalkan sarang mereka, terbang menyongsong dunia di luar sana, dan dia menjelma induk burung yang kesepian.

Paulina mulai memotong kue di piringnya dengan sendok kecil di tangamnya. Dia membawanya ke depan hidungnya, menikmati betapa wangi kue pisang buatannya. Bebas gluten akan memberinya perpanjangan usia untuk menggendong cucu-cucunya.

"Aku telah kehilangan mereka," Paulina bergumam. 

Dia menelan kue lezatnya perlahan. Paulina sadar semua ibu yang mencintai anaknya akan mengalami ini. Perasaan sedih yang akan menggerogoti pikiran dan menghilangkan selera makan. Lalu dia akan semakin dikalahkan penyakit yang biasa dihadapi lansia.

*

Sepasang mata bayi kecil menatap mata Paulina. Mata mereka sangat mirip. Itu adalah wajah Paulina meski tanpa kerut-kerut tua miliknya. 

Dia memberi nama Hanly kepada cucu pertamanya. Paulina menggendongnya untuk dibawa berjemur saat matahari masih bersinar lembut. Hanly merasa hangat dan nyaman. Tentu saja karena neneknya terus bersenandung dengan perasaan bahagia.

Hanly dan kedua orang tuanya akan tinggal bersama Paulina selama musim semi. Mereka akan menikmati makan siang bersama, lalu mengalirkan cerita-cerita di masa lalu yang tidak akan hilang dari kepala.

Ketika Paulina merasakan cinta anak dan menantunya menyelimuti hatinya, dia merasakan kehangatan yang tidak berasal dari musim di luar sana. Paulina menyadari kegelapan itu pergi dengan sendirinya.

***

Kota Kayu, 11 Maret 2024

Cerpen Ika Ayra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun