Kami harus ikhlas kehilangan lebih dari dua puluh ekor ayam, termasuk ayam jantan gagah kesayangan Abah yang kami sebut Bapak ayam. Ia akhirnya mati di urutan terakhir, setelah ditulari si betina yang kami panggil Mbok ayam.Â
Abah terus berusaha menghibur dengan mengatakan itu semua tidak menjadi rezeki kami.Â
Ada orang lain yang kehilangan ribuan ternak ayam. Bahkan ada orang lain yang kehilangan mobil mewah karena pencurian. Atau anak yang sakit dan mengakibatkan rumah harus dijual untuk biaya berobat.Â
Ujian di bulan suci, sangat banyak bentuknya. Tinggal kami harus introspeksi, mungkin Allah menegur kesalahan saya yang mengeluh sering membantu Abah mengurus ayam-ayam tersebut. Juga tentang banyaknya biaya yang dibutuhkan untuk membeli pakan.
Harapan ramadhan tahun ini
Tahun ini, ramadhan terasa berbeda. Abah berada di tengah-tengah kami, dan bisa mengajak anak kami sholat tarawih di mesjid. Tentunya dengan menerapkan prokes yang ditentukan.
Tahun lalu, anak kami tidak melaksanakan tarawih di mesjid karena tidak adanya lampu penerang menuju mesjid dari tempat tinggal kami. Rumah-rumah saling berjauhan. Situasi sangat gelap. Hanya dengan mengendarai motor, kegiatan ini dapat dilakukan.
Untuk saya pribadi, sangat bersyukur karena kami tidak perlu LDR lagi. Capek juga kan, setiap Abah pulang, waktu sehari digunakan untuk interogasi habis-habisan. Mulai dari bagaimana Abah dan tim makan sehari-harinya, sampai tetek-bengek untuk menyelidiki apakah Abah cukup setia selama di sana, ahahaa. Ternyata bukan beliau saja yang cemburuan, tapi ibunya anak-anak juga!
(sekedar intermezo)
Puasa baru saja memasuki hari kedua. Tugas saya sebagai ibu, mendampingi dan mengajarkan anak-anak tentang makna puasa. Jangan sampai mereka menahan lapar dan dahaga seharian tanpa mengerti apa tujuan yang diinginkan Allah.Â
Saya harus mengingatkan bahwa puasa dan lebaran bukan tentang kue-kue yang manis, korden yang baru, baju lebaran yang bagus, tetapi inti dari ibadah puasa itu sendiri.