Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Engkau Lelaki Gitar

24 Maret 2021   20:20 Diperbarui: 24 Maret 2021   20:39 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: hipwee.com

Aku tak pernah menyangka, akan jatuh cinta dengan lelaki gitar seperti dirimu. Ya, kurasa itulah sebutan yang pantas. Sehari-harinya engkau tak terpisahkan dengan benda kesayanganmu itu. 

Dari balik kaca jendela, aku selalu berusaha menemukanmu. Duduk di teras kos-kosan yang isinya cowok semua. Tak ada secangkir kopi yang menemanimu, hanya sebungkus rokok tergeletak di meja. Kupikir kau tak suka kopi, yaa?

Bangunan semi permanen yang kau tempati, jarang terlihat ramai. Hanya ada beberapa motor penghuninya, terparkir di halaman. Entahlah, apakah ada peraturan tak boleh membawa teman wanita, atau kalian semua memang jomblo.

Gusti, sahabatku, sampai mengatai aku gila. Karena aku hafal kaos panjang atau sweater yang biasa kau pakai hanya empat warna, tidak lebih. Papper gray, coklat krim, biru malam dan putih. Warna yang cool, kan, untuk seorang cowok yang hobi bermain gitar?

Kurasa Gusti tidak terlalu salah mengatai.

Pernah suatu ketika saat kau sedang bermain gitar, aku buru-buru turun ke lantai bawah, berlagak mampir ke warung Mpok Atun membeli sabun dan odol yang sebetulnya belum perlu. 

Aku berjalan kaki dengan hati tak karuan, namun berusaha menoleh dan senyum semanis mungkin saat melewati teras tempatmu bersantai.

Tak percuma, karena kau juga balas tersenyum. Sejurus kemudian malah menawari untuk mampir.

"Oke, belanja dulu..." sahutku sembari menunjuk warung yang tak jauh.

Di warung, hatiku makin bergejolak tak tentu. Aku memilih beberapa kopi dan cemilan untuk menemani kita ngobrol, nantinya. Sambil bertanya dalam hati, apa aku cukup berani mampir duduk-duduk ngobrol denganmu?

Memang benar, segala sesuatu itu patut dicoba. Jangan menyerah sebelum perang. Apalagi masalah cinta, patut diperjuangkan, kan? Lagipula apa salahnya kalau hanya mencoba berkenalan dan ngobrol. Toh, tempat tinggal kita sebelahan.

Dan sejak saat itu kita mulai kenal. Namamu Amar Fatah, asal dari Banjarmasin. Belum lama datang ke Jakarta, ikut seorang teman yang bekerja di kafe. Sesekali kau mengisi bangku kosong vokalis yang berhalangan. Selebihnya lobi kesana kemari untuk bisa bertahan hidup.

Rasanya tidak salah juga, jika benih-benih cinta mulai tumbuh di hatiku. Aku suka orang yang kuat mental seperti dirimu. Sudah lebih dua tahun di ibu kota, namun tak berniat pulang sebelum dompet terisi (seperti pernah dengar, lagu kan yaa...)

Hidup ini, tempatnya manusia berjuang. Begitu katamu, yang sadar diri untuk tidak jatuh cinta pada setiap gadis yang menarik hatimu. 

Lalu kemana gadis-gadis itu, apakah kau melupakannya? Dengan sedikit cemburu, pertanyaan ini pernah kuungkapkan padamu, saat kita jalan-jalan sore sekitar komplek.

Kau hanya tersenyum, sambil menikmati bakso yang kita singgahi di pinggir jalan. Sampai saat ini aku penasaran, apa arti senyum tanpa jawaban, yang entah mengapa bagiku terasa penting.

Hampir setahun, kita mengakrabkan diri. Dengan tujuan saling mengenal, dan saling mengukur. Katamu, aku orangnya pencemburu dan cepat salah paham. Tapi mengesankan dan susah untuk dilupakan.

Apa coba, maksud perkataanmu itu? Jadi kau pernah berusaha melupakanku?

Tapi rasanya aku tak perlu berlarut-larut dihantui rasa penasaran, apakah lelaki gitar yang mencuri hatiku, adalah jodohku?

Dan saat hari yang membahagiakan itu tiba, aku selalu bersyukur karena sudah memenangkan cintamu.  Aku menjadi jodohmu, dan mungkin juga ibu dari anak-anak kita.

Setelah menjadi pasangan suami istri, kau membawaku kepada kehidupan yang baru. Harus kuakui, itu semua di luar dugaanku.

Di Jakarta ini, sekalipun aku berasal dari keluarga biasa, tapi untuk hidup pas-pasan, terus terang aku harus belajar keras.

Kata orang, cinta butuh pengorbanan sekaligus pembuktian. Mungkin inilah kesempatan untuk membuktikan bahwa aku pantas untukmu. Aku mau hidup senang dan susah bersama suami yang kucintai.

Memang hobimu bermain gitar, seperti perhiasan yang memesonaku di masa lalu. Sementara di Jakarta, pekerjaan sebagai scurity tak terlalu bisa diandalkan. Sedang untuk membantumu menambah penghasilan, menjadi sulit karena kita cepat dikaruniai momongan.

Sering di tengah malam, kau menghibur wajah sedihku dengan bermain gitar, dan menyanyikan sebuah lagu saat kita masih belum menikah. Lagu itu memang sedih, tapi kenangan saat kau dulu menyanyikannya, terasa menghangatkan cinta ini.

Aku tau mungkin kau lelah, mengantuk, lapar. Tapi itulah kelebihanmu, selalu menghiburku lebih dulu, membuatku tersenyum lebih dulu barulah ingin menikmati makan malam dan istirahat.

Kutatapi bayi kita, sang junior lelaki gitar, semoga kelak mewarisi kharisma dan kebaikan hatimu. 

Tak mengapa kita hidup sederhana seperti ini, toh roda kehidupan itu berputar.

Selamat malam sayang.

     

 SELESAI

Samarinda, 24 Maret 2021

Ayra Amirah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun