Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Diary

Miskin Hati adalah

28 Januari 2021   00:39 Diperbarui: 28 Januari 2021   00:42 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selamat malam, Diary. 

Aku mengunjungimu lagi, meski selalunya pada jam-jam begini. Sepertinya engkau paling tepat di posisi akhir, sebelum aku beristirahat. Karena sejatinya engkau adalah buku audit yang ditulis di penghujung waktu.

Hari ini, adalah hari yang sibuk untukku. Meski begitu, hari ini tak menjadi hari yang indah juga.

Baiklah, kumulai saja tentang tadi siang. Aku mengajarkan satu hal penting kepada sulungku yang baru tiga belas tahun. Untuk dua adiknya, aku rasa belum perlu ikut menyimak.

Jadi aku katakan begini kepada si Kakak, "Nak, kalau besar nanti, jangan punya hati yang miskin yaa..."

"Biarpun hidup kita penuh kesederhanaan, asal jangan hati kita yang selalu mau meminta. Jangan terbersit di hati, rasa butuh akan milik orang lain, sekalipun saudara."

Ya Diary, mungkin sedikit pengajaran ini terlalu dewasa untuknya, yang baru akan beranjak remaja. Tapi aku tak mau juga menunda-nunda. Aku ingin si Kakak belajar dari sekarang. Mengenal apa itu miskin hati. Apa saja perbuatan miskin hati. Dan mengapa ia tifak boleh miskin hati.

Diary, yang kumaksud di sini adalah mental meminta dan mengharap pemberian dari orang lain, dan atau saudara sekalipun. Dalam artian orang yang sudah banyak menikmati dunia ini, dengan segala kemewahan dan gemerlapnya yang tak semua orang bisa, nyatanya ia masih juga butuh hal kecil dari orang lain untuk diberikan. Miris, bukan?

Sebagai contoh, orang sudah biasa makan di restoran mahal, sudah biasa bepergian keluar kota bahkan luar negeri, menginap di hotel berbintang dan seterusnya, tetapi untuk hal yang remeh-temeh milik teman, sahabat atau keluarga masih diinginkannya. Tak tanggung-tanggung membahasnya sampai berulang. Apa namanya kalau bukan miskin hati?

Sebuah perasaan berkekurangan, sebuah nyinyiran jika ia sampai tak diberikan, sebuah sumpah-serapah saat si empunya barang mendapatkan kesusahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun