Mohon tunggu...
Ayom Budiprabowo
Ayom Budiprabowo Mohon Tunggu... Insinyur - Bersyukur dan berpikir positif

Alumni Undip, IKIP Bandung dan STIAMI. Pernah bekerja di SPP Negeri Ladong, Universitas Abulyatama Aceh dan Pemda Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menyikapi Larangan Ekspor Benur (Benih Bening Lobster)

4 Maret 2021   14:01 Diperbarui: 4 Maret 2021   14:04 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Benur hasil tangkapan di perairan Palabuhanratu Sukabumi (Dokpri)

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dipastikan akan melarang ekspor benur atau benih bening lobster (BBL) karena benur sebagai sumberdaya alam adalah kekayaan bangsa Indonesia, hanya boleh dibudidayakan di dalam negeri sampai ukuran konsumsi sehingga memiliki nilai tambah yang tinggi.

Jika benur dijual (diekspor) dengan harga "tertentu", maka yang kaya adalah negara pembeli (pengimpor) karena dalam waktu setahun dibudidayakan bisa  mendapatkan kenaikan nilai berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus persen (Instagram Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan judul "Menteri Kelautan dan Perikanan Bicara Benur").

Untuk itu beliau minta bantuan Kapolri agar selalu mencegah terjadinya permasalahan terkait benur. Demikian juga dengan Kasal Laksamana TNI Yudo Margono, telah sepakat untuk bersinergi memberantas aktivitas penyelundupan BBL yang dilakukan melalui jalur laut.

Beberapa kasus penyelundupan berhasil digagalkan petugas berwenang, bahkan sudah ada putusan majelis hakim Pengadilan Perikanan pada Pengadilan Negeri Tanjung Pinang. Memvonis tiga terdakwa kasus penyelundupan 42.500 ekor benih bening lobster senilai Rp 4,2 miliar dengan hukuman dua tahun penjara dan dikenakan denda Rp. 600 juta subsider 2 bulan penjara. Dalam amar putusannya, hakim ketua Tofan Husma menegaskan para terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana.

Hal ini mendapat apresiasi KKP,  berharap menjadi efek jera bagi para pelaku penyelundupan BBL dan menjadi pelajaran bagi masyarakat luas untuk tidak melakukan tindak pidana yang sama kedepannya. KKP senantiasa mengimbau agar menghentikan upaya-upaya penyelundupan karena sangat merugikan negara dan masyarakat sendiri (Siaran Pers Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor : SP.177/SJ.5/II/2021).

Tentunya kebijakan pelarangan ekspor benur merupakan pilihan terbaik setelah melalui kajian yang objektif, cermat dan mendalam terhadap implementasi Permen KP Nomor : 12/PERMEN-KP/2020 tanggal 5 Mei 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp). Menyusul terbongkarnya  kasus suap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait izin ekspor benur (25/11/2020).

Banyak hal yang harus dicermati sebagai konsekuensi dari kebijakan baru ini, antara lain keberadaan nelayan penangkap benur yang selama ini menggantungkan hidupnya dari benur. Kemudian percepatan pengembangan budidaya lobster agar benur hasil tangkapan nelayan terserap.

Bila benur hasil tangkapan nelayan melimpah, sementara kapasitas budidaya lobster relatif sedikit, maka benur yang tidak dibudidayakan bisa mubazir. Malah khawatir diselundupkan ke luar negeri. Oleh karenanya perlu pembatasan penangkapan berdasarkan kuota yang disesuaikan dengan kapasitas budidaya lobster dan kelestarian lobster di alam. Dalam hal ini peran Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) sangat strategis dalam mengestimasi jumlah tangkapan benur yang diperbolehkan .

Selain itu perlu disiapkan alternatif usaha lain yang hasilnya relatif memadai bagi nelayan. Lebih baik lagi jika dilengkapi bantuan stimulus berupa sarana dan prasarana usaha yang dipilih, misalnya untuk budidaya atau usaha penangkapan lain. Peran asosiasi nelayan, seperti koperasi nelayan dan HNSI (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia) sangat penting untuk keberhasilan usaha.   

Paket teknologi budidaya lobster yang aplikatif perlu segera disebarluaskan untuk percepatan pengembangan dengan melibatkan pihak terkait, seperti perguruan tinggi, perekayasa, penyuluh perikanan dan dinas terkait. Usaha budidaya lobster yang sudah berjalan selama ini harus diperkuat dan ditingkatkan kapasitasnya, apalagi dilaksanakan secara berkelanjutan, maka bisa dijadikan  "demonstrator" yang berhasil sehingga ditiru dan diikuti nelayan maupun pembudidaya lainnya.

Adapun lokasi budidaya lobster dipilih sebagaimana Peraturan Daerah (Perda) Provinsi tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), seperti Perda No. 5 tahun 2019 tanggal 25 Februari 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi Jawa Barat Tahun 2019 -- 2039. Perda RZWP3K berlaku selama 20 tahun dan dapat ditinjau ulang setiap 5 tahun.

Dalam Perda dimaksud disebutkan, bahwa zona perikanan budidaya terdiri dari sub zona budidaya laut, ada di perairan (a). Kabupaten Bekasi : Muara Gembong (b). Kabupaten Subang : Blanakan, Legon Kulon, Pusakanegara (c) Kabupaten Cirebon : Kapetakan, Suranenggala, Gunung Jati (d). Kabupaten Sukabumi : Cikakak, Cisolok, Palabuhanratu, Simpenan, Ciemas, Ciracap (e). Kabupaten Garut : Cikelet (f). Kabupaten Pangandaran : KJA offshore.

Namun tidak semua lokasi tersebut cocok untuk budidaya lobster sehingga perlu penilaian lebih lanjut. Juga tidak bisa dilakukan sepanjang tahun karena hambatan saat musim barat yang gelombangnya relatif tinggi, seperti pantai selatan pulau jawa.

Untuk itu perlu inovasi teknologi yang tepat guna dengan pembatasan waktu dan ukuran lobster yang dibudidayakan. Lalu dilanjutkan pada tahapan budidaya berikutnya ditempat lain mengingat masa budidaya relatif lama.

Perlu membangun jejaring kemitraan yang lebih luas antara nelayan yang tergabung dalam koperasi nelayan dengan pelaku usaha lain yang mencakup teknis budidaya hingga  pemasaran.

Lebih lanjut Menteri Kelautan dan perikanan menyampaikan tiga program prioritas yang akan dikerjakan dalam tiga tahun kedepan, yaitu kesatu pengembangan hasil kelautan yang punya keunggulan sehingga memberikan andil dalam penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Kemudian program kedua adalah kesejahteraan bagi nelayan dan terakhir  adalah budidaya perikanan. Berharap program prioritas tersebut langsung menyokong kebijakan pelarangan ekspor benur, antara lain  dalam peningkatan produktivitas  budidaya lobster yang potensi nilai jualnya tinggi.

Dengan dukungan semua pihak, semoga kebijakan baru pemerintah berjalan efektif dalam menjaga kelangsungan sumber daya perikanan dan memberikan kesejahteraan bagi nelayan dan pelaku usaha lobster lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun