Mohon tunggu...
Arief Satiawan
Arief Satiawan Mohon Tunggu... Konsultan - www.ariefsatiawan.com

aku bukanlah aku.. aku pasti berubah di setiap waktu.. aku berubah untuk menjadi lebih aku

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Tradisi Ramadan Kini Tinggal Kenangan

9 Mei 2019   16:09 Diperbarui: 9 Mei 2019   16:40 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, bila bulan ramadhan tiba, anak-anak di daerahku memiliki tradisi tersendiri. Mulai dari bermain meriam bambu, keliling kampung untuk membangunkan warga sahur dengan peralatan dapur seadanya, mengejar penceramah untuk mendapatkan tanda tangannya hingga bermain tawuran dengan sarung yang digulung-gulung. Aku ingat bagaimana aku dulu memainkan hal itu semua. Aku ingat bagaimana menyenangkannya bermain meriam bambu dikala senja sembari menunggu waktu buka. Aku ingat bagaimana terkantuk-kantuknya aku ketika bergerombol bersama teman keliling kampung dengan meneriakkan suara cempreng untuk membangunkan warga di kala sahur. Dan aku ingat bagaimana serunya mengejar tanda tangan penceramah di kala sholat tarawih dalam mengisi buku aktivitas ramadhan. Aku pun tak akan pernah lupa bagaimana rasa mencekamnya waktu itu ketika aku ikut anak-anak lainnya untuk tawuran dengan warga kampung seberang.

Namun, bila kita menengok di masa kini, tradisi diatas sudah banyak menghilangnya. Aku masih tinggal dirumah tempat aku dilahirkan dan dibesarkan. Aku masih tinggal ditempat dimana aku memainkan tradisi ramadhan bersama teman-temanku dulu di medio tahun 2000-an. Tapi saat ku tengok di bulan ramadhan tahun ini ataupun tahun lalu, aku sudah tidak melihat antusiasme anak-anak di daerahku untuk melanjutkan tradisi ramadhan diatas. Diantara keempat tradisi diatas, hanya tradisi berkeliling kampung untuk membangunkan sahur yang masih dilakukan. Itupun cukup miris, karena personalnya kebanyakan warga kampung sebelah.

Diantara empat tradisi diatas yaitu keliling kampung, bermain meriam bambu, meminta tanda tangan penceramah dan tawuran memang tak semuanya adalah aktivitas positif. Hanya keliling kampung dan shalat tarawih sajalah yang terbilang aktivitas positif. Sisanya adalah hal negatif. Namun, bukan berarti tradisi diatas hanya dibiarkan menguap begitu saja. Ada baiknya tradisi keliling kampung dan shalat tarawih digiatkan kembali. Dan tradisi bermain meriam bambu juga diperkenalkan oleh generasi-generasi kini.

Anak-anak di kampung saya sudah banyak yang kecanduan oleh gadget di tangannya. Makanya alih-alih mereka ikut menyemarakkan tradisi ramadhan yang ada, tapi mereka lebih sibuk dengan gadgetnya masing-masing. Aku geleng-gelelng kepala ketika sholat tarawih, aku melihat anak-anak muda pada menggenggam gadgetnya masing-masing dan ketika khatib berceramah, mereka sibuk menunduk menatap layar gadget itu. Sungguh amat disayangkan anak-anak masa kini. Soalnya, mereka tidak bisa merasakan pengalaman-pengalaman menakjubkan yang aku rasakan ketika masih kecil dulu. Pengalaman bermain, berlari, bertempur dan bermain senjata (meriam bambu) yang benar-benar nyata dan kita rasakan dengan tangan sendiri. Andai saja mereka merasakannya. Meraka akan mendapatkan kepuasan bermain dengan maksimal. Kepuasan yang tidak tertandingi, apalagi bila dibandingkan dengan bermain game di gadget. Jauh sekali bedanya.

Bermain meriam bambu sambil menunggu waktu berbuka adalah favoritku. Aku sekali memainkan benda ini. Zaman ku dulu, meriam bambu hampir selalu kita mainkan di bulan puasa. Biasanya kami bermain ini di pinggir sungai. Kebetulan ada lapangan cukup besar di dekat sungai ini. Jadi kami menembakkan bola meriam ke arah atas sungai. Dentuman yang keluar dari bambu-bambu itu benar-benar mengagumkan. Keberhasilan kita saat berhasil menembakkan meriam menimbulkan sensasi bangga tersendiri.

Sayangnya, tradisi meriam bambu ini bak menghilang di daerahku. Banyaknya warga yang pindah adalah salah satu penyebabnya. Selain itu adanya normalisasi sungai membuat area bermain menjadi tidak ada. Sehingga tradisi ini berangsur-angsur hilang waktu demi waktu. Aku berharap agar ada seseorang yang bisa menyemarakkan permainan meriam bambu lagi suatu saat nanti. Aku tidak ingin tradisi ini menghilang. Dan aku ingin, anak-anak sekarang ataupun di masa depan bisa merasakan keseruan bermain meriam bambu ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun