Mohon tunggu...
Aye Sudarto
Aye Sudarto Mohon Tunggu... Konsultan - Pekerja soaial, Pengajar

Magister Ekonomi Islam

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Lembaga Keuangan Syariah dan Otoritas Jasakeuangan (OJK)

6 Agustus 2014   08:36 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:18 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN OTORITAS JASAKEUANGAN (OJK)
Aye Sudarto

Reformasi struktur lembaga pengawas sektor keuangan sangat dibutuhkan, karena produk keuangan yang telah berkembang lintas sektor. Seperti produk tabungan bank telah diintegrasikan dengan produk asuransi dan bahkan pasar modal. Sebagai lembaga negara independen yang baru di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan dapat melaksanakan salah satu tugas Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan perbankan. Tugas pengawasan bank, khususnya dalam rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat dan pada akhirnya dapat mendorong efektivitas kebijakan moneter.[ Wisnu Indaryanto, “Pembentukan dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan (Establishment and Authority of The Financial Service Authority)”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9 No. 3, Oktober 2012, hal.1. ]
Lebih dari dua dekade terakhir ekonomi syariah secara nasional terus berkembang. Aktivitas ekonomi syariah tidak hanya di sektor lembaga keuangan perbankan dan non-bank, tapi juga di sektor riil lain seperti pendidikan, perdagangan, fashion, industri kreatif, UMKM, dan investasi[ Prospek Ekonomi Indonesia tahun 2014, Komite Nasional Ekonomi Indonesia, hal 85].
Kinerja perekonomian yang positif dan stabil telah memberi ruang gerak yang besar bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Ekonomi syariah di Indonesia terus tumbuh mencapai ratarata 40 persen set iap tahun. Pertumbuhan ini lebih besar dibandingkan ekonomi konvensional yang hanya 19 persen.[ Ibid ]
Perkembangan ekonomi syariah nasional dapat tercermin dari pertumbuhan aktivitas di sektor perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan pengelolaan zakat. Di sektor perbankan syariah, dalam lima tahun terakhir, tingkat pertumbuhan perbankan syariah, baik dari sisi aset, pembiayaan, maupun dana pihak ket iga, menunjukkan trend meningkat.[ Ibid]
OJK sebagai pengawas industri keuangan, diharapkan membuat kebijakan dan peraturan jauh lebih baik dari saat ini, sehingga bisa mendorong kemajuan industri keuangan nasional. Agar lembaga ini kredibel, OJK diharapkan pelaku industri keuangan mengupayakan beberapa langkah. Pertama, menerapkan secara konsisten prudential regulation yang berlaku secara internasional, kedua, meregulasi instrumen keuangan dan pasarnya, dan ketiga, mengembangkan transparansi dan membangun pendukung untuk menciptakan 'market discipline'.[ “OJK Pengawas Pasar Modal”, http://www. fiqhislam.com/index.php]
Seiring dengan kehadiran OJK dan pertumbuhan lembaga keuangan syariah yang menjanjikan, tentu OJK diharapkan mampu memberikan dorongan yang lebih kuat lagi, sehingga angka pertumbuhan serta kesehatan lembaga keuangan syariah lebih baik daripada saat ini.
Lembaga Keuangan Syariah Bersama OJK
Industri perbankan syariah nasional memperlihatkan pertumbuhan yang semakin pesat. Pengawasan terhadap perbankan syariah yang lebih komprehensif dan efektif diperlukan seiring dengan bertambahnya pelaku pasar, varian produk/jasa layanan, serta kemajuan teknologi yang semakin inovatif dan kompleks. Hal ini demi terwujudnya sistem perbankan syariah yang sehat guna mendukung pencapaian stabilitas sistem keuangan dan pertumbuhan perekonomian nasional secara umum.[Hasbi Hasan, “Efektivitas Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap LembagaPerbankan Syariah (Effective Control Of Financial Service Authority on Sharia Banking Institution)”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 9 No. 3, Oktober 2012: hal. 385 ]
Dalam penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Dengan melihat beberapa aspek dalam penghitungan indeks, Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama dalam beberapa tahun ke depan. Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah yang sangat tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk yang terus meningkat.[ Halim Alamsah, “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan dalam Menyongsong MEA 2015”, Ceramah Ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI),Milad ke-8 IAEI, 13 April 2012: hal. 1.
]
Dalam konstalasi global, nilai aset industri keuangan syariah di Indonesia tahun 2013 akan naik 24 persen dari tahun sebelumnya menjadi USD 27,7 Milyar dan diperkirakan akan terus menaik sehingga pada tahun 2014 diproyeksikan sebesar USD 33,9 Milyar atau naik 22 persen. Dengan perkembangan tersebut maka Islamic Finance Country Index untuk Indonesia akan terus membaik menjadi no 5 tahun 2013 dan diharapkan bisa menjadi no 4 pada tahun 2014.[ Opcit Prospek Ekonomi hal 86]
Masa depan pertumbuhan industri perbankan syariah nasional sempat diinterupsi oleh kekhawatiran dan kegelisahan beberapa kalangan ketika pengaturan dan pengawasan perbankan beralih dari Bank Indonesia kepada OJK. Menurut Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia, KH. Ma’ruf Amin, UU OJK masih tidak bunyi atau silent terhadap jasa keuangan berbasis syariah. Pasalnya, dalam UU OJK ini, kata syariah hanya terdapat satu kali saja, yaitu pada Pasal 1 Ketentuan Umum butir Nomor 5.[ Ibid]
UU OJK Nomor 21 Tahun 2011 memang tidak menjelaskan secara eksplisit mengenai cetak biru pengembangan industri perbankan syariah. Hal ini berbeda dengan Bank Indonesia yang telah memiliki Direktorat Perbankan Syariah. Oleh karena itu, muncul asumsi bahwa pertumbuhan perbankan syariah mungkin saja dapat terhambat, karena dalam struktur organisasi OJK memang tidak secara tegas menyebutkan bentuk pengembangan, pengaturan, pengawasan dan penelitian mengenai jasa keuangan syariah[ Ibid hal 375].
Sofyan Syafri Harahap, pengamat ekonomi syariah, menandaskan bahwa lembaga keuangan syariah seperti bank tampaknya tak terlalu berpengaruh oleh perubahan otoritas pengawasan baru OJK. Pasalnya, lembaga keuangan syariah berada pada posisi manejemen risiko yang lebih baik dari lembaga konvensional yang penuh produk derivatif dan tindakan spekulatif. Menurutnya, hal yang dapat dilakukan lembaga keuangan syariah saat ini adalah tetap mengikuti aturan perinsip keuangan sesuai syariah dan bertindak profesional.[ Ibid hal 387]
Meskipun ada pro-kontra tentang keberadaan OJK terhadap perbankan syariah, namun yang harus diketahui bahwa struktur kepengawasan dalam perbankan syariah terdiri dari dua sistem berikut:[ Hasbi Hasan, op.cit.: hal. 388. Peranan DSN dan DPS begitu penting dalam pengawasan perbankan syariah. DPS memastikan kegiatan operasional, produk, dan jasa bank syariah senantiasa sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan DSN merupakan lembaga yang memberikan rekomendasi anggota DPS yang memiliki keahlian dan kompetensi syariah memadai dan menerbitkan fatwa produk dan jasa bank syariah yang bersifat nasional sehingga dapat dijadikan pedoman yang seragam bagi DPS.]
a.Sistem pengawasan internal, yang terdiri atas unsur-unsur Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, Dewan Audit, Dewan Pengawas Syariah (DPS), Direktur Kepatuhan, dan SKAI-Internal Syariah Review
b.Sistem pengawasan eksternal, yang terdiri atas unsur, dahulu Bank Indonesia (BI) dan sekarang digant ikan oleh OJK, Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) dan Stakeholder.
Salah satu upaya untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi antara OJK dengan DSN tersebut adalah dengan cara mengadakan unit atau direktorat perbankan syariah dalam struktur organisasi OJK. Sebab, tanpa adanya struktur yang jelas yang menjalankan fungsi pengawasan terdapat aspek lembaga keuangan syariah sangat sulit untuk mengharapkan efektivitas pengawasan OJK terhadap lembaga perbankan syariah.[ Ibid hal 390]
Selama ini, Bank Indonesia masih belum efektif menciptakan lembaga perbankan syariah yang bebas dari intervensi pemangku kekuasaan dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah, sehingga dengan keberadaan OJK, diharapkan pengawasan kinerja perbankan syariah berjalan secara seimbang, disamping adanya pengawasan internal, juga ada pengawasan eksternal oleh OJK. Dalam praktek, masih banyak ditemukan perbankan syariah yang memberikan pelayanan jasa keuangan berbungkus akad syariah, namun secara substansi bukan syariah, sehingga berpotensi menimbulkan kerugian bagi nasabah. OJK sebagai otoritas yang memegang penuh kewenangan pengawasan, pengaturan, penyidikan, dan perlindungan konsumen dalam menghadapi kondisi tersebut harus mampu memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi nasabah lembaga keuangan syariah.
OJK mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan tehadap Lembaga Jasa Keuangan, baik perbankan maupun nonperbankan. Diharapkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK merupakan sebuah anugerah bagi perkembangan lembaga keuangan syariah Indonesia. OJK yang selama ini menjadi kewenangan Bank Indonesia masih belum efektif menciptakan lembaga perbankan syariah yang bebas dari intervensi dalam menerapkan prinsip-prinsip syariah. Dengan OJK, diharapkan pengawasan kinerja lembaga keuangan syariah berjalan secara seimbang, disamping adanya pengawasan internal, juga ada pengawasan eksternal oleh OJK.

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun