Perempuan itu tertawa.Â
"Aku suka dengan lelaki yang terus terang. Kamu sendiri, bagaimana? Mau cerita?"
"Ya. Tapi sesudah itu ingin tahu nomer WA." Kami berdua tertawa.
Dan aku memang tak perlu nomer WA untuk mendengar lebih keras suara gemuruh, bukan suara gemuruh dari ombak. Sedikit basah, bukan tersebab angin laut. Sedikit liar. Sedikit kurang ajar. Maksudku, aku yang kurang ajar.
Perempuan itu begitu tenang, seperti tak punya beban. Ringan. Lalu dengan ringan juga ia mengajakku ke tempat di mana ia menginap. Dan suara gemuruh telah berpindah. Lebih liar. Lebih kurang ajar. Sesudah itu?
Sesudah itu, "Lupakan semua. Anggap kita tak pernah bertemu," kata perempuan itu pagi hari, saat mengantarku di lobi hotel.
Aku seperti orang bodoh.
***
Mana mungkin aku bisa melupakannya. Sebuah senja, seorang perempuan, dan bibir yang bercerita. Lalu begitu ringannya berkata: Lupakan!
Aku malah mengingatnya. Ingatan itu menggumpal malam ini. Di sebuah ruang sebuah pesta perayaan aku melihat perempuan itu lagi. Ia bergandengan dengan seorang lelaki (yang harus kukatakan dengan rasa tak enak hati) lebih menarik dariku.