Sudah kubaca puisimu sore tadi. Kau bercerita tentang rindu yang tak lagi basah, juga boneka-boneka pandamu, entah kenapa kini tak bisa membuatmu  tertawaÂ
Sebenarnya aku ingin mengirimkan cerita lucu, hingga kau tak menghitung tik-tok jarum jam sebagai sesuatu yang pilu. Tapi hujan keburu jatuh, meluruhkan segala rasa segala kata, turun ke sungai langsung ke muaraÂ
( Aku tidak terlalu yakin, apakah ia lewat belakang rumahmu )
Kau juga harus tahu, sudah lama aku tak menghidupkan televisi, juga bercengkerama di beranda, bercerita apa saja, tentang kucing-kucing liar yang datang setiap pagi dan petang. Tapi aku tak ingin bercerita tentang bunga. Kau tahu sendiri, rumah kontrakanku kecil, tak ada lagi tanah tersisaÂ
Sudahlah, kotamu kotaku hanyalah nama-nama. Jarak menjadi tak berarti, karena kata-kata bisa menjadi hari ini atau nantiÂ
Pendapatmu, bagaimana?Â
Cilegon, 2019.Â