Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Zombie! Zombie! 3 - 3

13 April 2023   06:06 Diperbarui: 13 April 2023   06:05 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Sebelumnya....

Surya mondar-mandir membentuk lingkaran, keningnya berkerut tujuh lipatan. Aku belum pernah melihatnya begitu marah ... atau ketakutan.

"Kita sekarang di pantai utara Jawa Tengah, nggak jauh dari Semarang. Dan tujuan awal kita masih sekitar tujuh ratus kilometer. Kalau mau pulang ke rumah jaraknya lima ratus kilometer. Butuh waktu tiga kali lebih lama untuk kembali karena kita hanya dapat menempuh rute tertentu."

Dia mengguncang bahuku dan suaranya kembali bergemuruh. "Kamu ngerti nggak, bahaya banget di sini? Ngerti nggak? Kamu nggak pernah mikir karena selama ini aman tentram senang gembira di balik tembok kota pulau reklamasi!"

Aku mendorong Surya sekuat tenaga supaya menjauh.

"Kematian dan kengerian... itu yang dibicarakan semua orang selama berbulan-bulan, tapi---"

Mata cokelatnya menatap tajam, dan aku tahu dengan sekali kilasan betapa marahnya dia padaku. "Tapi kamu nggak mikir sama sekali! Kamu nggak tahu. Di sini ini penuh dengan zombie yang hanya ingin memakan otak kita. Kamu terlindung di balik tembok sejak pandemi merajalela. Kamu bebas merayu cewek-cewek, pergi ke sekolah, dan menjalani kehidupan normal. Aku dan kawan-kawanku sudah di sini di... di neraka. Aku sudah mengalami dan melihat dari dekat secara langsung. Dan aku bisa bilang, Bay, jauh lebih buruk  dari berita yang kamu lihat di televisi."

"Kamu memperlakukanku seperti anak kecil," protesku. Aku benci dia menganggapku masih bocah.

"Bagus. Kalau kamu mau dianggap dewasa, sekaranglah waktunya." Dia menyodorkan pistolnya ke tanganku. "Kamu selalu bilang ingin ambil bagian dari perang melawan zombie. Inilah kesempatanmu. Umurmu delapan belas tahun, dan aku sudah cukup lama melindungimu dari semua keburukan ini."

"Aku tidak butuh perlindunganmu, Sur. Aku bisa mengurus diriku sendiri---dan Keiko jika perlu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun