Unit rusunawa yang kumuh dan cuaca buruk. Khas untuk taman-taman kecil di pinggir kota ini. Lambang kota di mobilku menarik perhatian warga yang duduk di tempat teduh di sore yang panas.
Aku merobek amplop itu dan menuangkan kuncinya ke tanganku. Tangganya terasa lembut dan goyah. Kunci berhasil pada percobaan ketiga. Di dalam berbau seperti kematian.
Ruangan kecil panas dan pengap. Sebuah bingkai foto seorang wanita dengan gaun pengantin dan seorang pria dengan tuxedo duduk di atas meja dapur kecil. Piring plastik dan kertas bungkus nasi tergeletak di lantai dalam keranjang sampah.
Aku memakai sepasang sarung tangan karet dan berjalan menuju kamar tidur.
"Hai."
Aku berjalan kembali.
Seorang wanita berdiri di pintu. "Dari suku dinas sosial?"
"Ya."
"Bunyamin nggak punya apa-apa. Dia datang dari kampung di seberang. Dia berkata untuk menjauh dari konflik."
"Ya, mungkin saja."