Aku dan abangku Zulfikar mencopot pakaian kami. Setelah mengambil ancang-ancang, pada hitungan ketiga kami melesat dan saling berpacu di jalan raya. Kami berlari seperti angin, yang menggantung mengepak bebas ke kiri dan kekanan, melambai ke arah tetangga saat kami lewat.
Bang Zul berada tepat di belakang sangat ingin menang, tapi--
Yes! Aku mencapai garis finish lebih dulu. Aku menang!
Aku mengangkat tangan tanda kemenangan, dan Bi Ema yang baru turun dari angkot memandang burungku tanpa berkedip.
Baru kemudian aku menyadari bahwa ketika ayah mengatakan kepadaku dan Bang Zul bahwa 'Kalian berdua harus mampu bersaing', dia tidak bermaksud itu sebagai perintah.