Kamu selalu mempunyai musik di kepalamu.
Aku suka saat kamu menyanyikan lagu atau memainkan beberapa nada di piano ketika aku masuk ke ruangan. Setiap malam, aku tertidur mengikuti irama jari-jarimu yang memainkan nada di punggungku.
Aku selalu punya cerita di kepalaku. Kamu menyukai caraku menjeda di tengah percakapan untuk menatap ke dunia lain sebelum membuat utas yang satu ini.
Dalam perjalanan kita, kita suka berbicara tentang asal-usul kata. Pertama kali kita melihat burung kipasan di taman burung, aku bilang, "Orang Maori menamakannya piwakawaka. Utusan. Beberapa suku percaya burung membawa berita kematian, tetapi yang lain mengatakan memberi keberuntungan."
Di lain waktu kita hanya diam, menghirup aroma semak liar begonia dan bunga terompet, mendengarkan sungai dan laut bercerita.
Kita membiarkan musik dan cerita mengisi hati kita.
Ketika aku berusia enam belas tahun, aku mengatakan padamu bahwa aku akan selalu mencintaimu.
Kini kita tidak lagi muda. Aku menginginkan cara nyata untuk menunjukkan padamu bahwa kata-kataku sungguh adanya. Bukan dengan bunga. Tidak juga dengan cokelat. Bunga dan cokelat bukan apa-apa. Maka aku pergi ke kuburan yang terlantar, mengambil nisan yang ditutupi lumut.
Aku membawanya pulang dan diam-diam membersihkannya di gudang, menyanyikan lagu pengantar tidur yang biasa kamu nyanyikan.
Ketika nisan itu sudah bersih, aku memanggilmu untuk datang dan melihat.