Aku mencapai ujung jalan dan menatap kemacetan lalu lintas. Hatiku mencelos saat menyadari bahwa jam sibuk mencapai puncaknya. Enam taksi merayap perlahan dengan pengemudi menatap tajam ke depan. Janji temuku dengan Tuan Joko Seng pukul enam. Tak boleh lebih satu menit pun. Aku melirik arlojiku. Pukul setengah lima. Lebih baik berjalan kaki.
Sambil berkelok-kelok menuju Jl. Sudirman, aku bertanya-tanya tugas apa yang akan diberikan Joko padaku. Tidak seperti biasanya, Dia sedikit bicara di telepon. Ketika aku bertanya apa tugasku berikutnya, dia menjawab, agak singkat, 'Skandal Liong Chi, kalau kamu tahu.'
Tentu saja tidak. Aku memutuskan sambungan. Orang bodoh macam apa aku yang membiarkan diriku terjebak dalam urusan mata-mata dan spionase? Seharusnya aku kembali saja ke dunia industri, bermain-main dengan berdebat tentang peraturan kesehatan dan keselamatan kerja dan istirahat minum kopi dengan para mandor.
Terjadinya ketika aku dengan panik mencari David Raja, mantan mitra bisnisku, yang kesukaannya berfoya-foya telah membuat bisnis kami terjun bebas dan akhirnya dilikuidasi. Tiba-tiba saja aku berkenalan dengan Joko Seng dan rekan-rekannya. Joko juga mencari mantan mitra bisnisku dan menyadari bahwa pengetahuanku tentang David dan asosiasinya mungkin terbukti lebih bermanfaat. Joko meminta bantuanku dan menggunakan semua sumber daya departemennya untuk mendukungku.
Aku akhirnya bertemu dengan David. Dan dalam prosesnya mendapatkan kenyataan bahwa aku mampu melakukan kekejaman yang sampai sekarang tidak masuk akalku. Bagaimana aku mampu sekejam itu?
Sejujurnya, mungkin kesombongan yang timbul karena Joko menawariku posisi sebagai staf departemen telik sandi. Mungkin jika aku sudah menikah ... tapi aku masih bujangan.
Pukul enam kurang dua menit, aku berbelok ke Jl. Sudirman.
BERSAMBUNG