Malin memanggil tetangganya dengan kentongan dari batang kerambil yang dilubangi.
Kapal datang.Â
Tiga bunyi tinggi dipukul cepat dan di susul tiga pukulan lebih lambat bernada rendah sebanyak lima kali. Pesannya dituju kepada mereka yang mencari nafkah dari para pelancong seperti yang yang dia lakukan. Kewajiban sebagai warga Langkaseh selesai.
Dia menggantung kentongan dan berjalan melewati lima meja dengan bentuk berbeda yang dilapisi kulit kayu digosok licin mengilap.
Kembali ke pintu ruang depan, Malin menunggu kapal yang mendekat, bertanya-tanya kapal macam apa yang akan merapat ke dermaga Langkaseh? Berapa banyak orang yang akan berada di kapal? Malin mengharapkan kapal pesiar besar yang dipenuhi para saudagar, bangsawan, dan pelancong kaya. Itulah impiannya, meskipun dia tahu betul bahwa itu tidak mungkin, karena orang-orang seperti itu jarang datang ke tempat seperti Langkaseh.
Dia mendorong daun pintu yang berat. Pintu tersentak terbuka dengan suara menggesek lantai. Udara hangat menggigit lubang hidung Malin yang melebar, desir angin membawa aroma asin yang tajam membuatnya menggosok sisi hidungnya.
 Deru ombak memecah gelombang yang mendekat mendorong pasir berkerikil, butiran-butirannya melompat dan meluncur, mengirimkan badai debu ke deretan bangunan penduduk. Mata hitamnya menyipit menembus keributan, melihat gelombang besar berbalik menyusul kapal, menambah badai pasir yang akan datang.
Hiruk-pikuk yang semakin riuh mengirimkan getaran gentar ke dalam dirinya. Logika memberitahunya bahwa awan yang menggelap itu adalah salah satu tetangga Langkaseh yang datang untuk mengutip beberapa kepeng dari para wisatawan, namun emosinya merajalela, merasakan pertanda buruk. Tanpa alasan lain selain lebih baik untuk memikirkannya daripada tidak sama sekali.
Postur tubuh Malin yang berotot dan jangkung memenuhi kusen pintu tempat dia bersandar. Letak pipi, mata, hidung pesek, dan mulut yang menonjol memungkinkannya untuk hidup nyaman di dunia panas yang penuh dengan debu renik yang mencekik. Kemampuannya untuk tidur pulas membuatnya bertahan di tengah cuaca yang ekstrem, musiman menjadi kuncinya. Musim tahunan di Langkaseh berubah dari dingin asin menjadi panas pahit. Namun, Malin sama seperti jiwa-jiwa tangguh lainnya yang hidup pada pulau yang setengah liar ini.
Rambutnya yang gimbal hampir mengepang dengan sendirinya menjadi satu anyaman, diam tak tergerak badai. Rambutnya memberinya popularitas di kalangan wanita dan menghemat waktu perawatannya. Apalagi kegunaan rambut selain tempat bersarang kutu?