Tiwi mendengar teriakan Zaki dan Miko samar-samar ditimpa guntur yang menggelegar. Dia berteriak, tangannya mengepak-ngepak melawan arus, terburu-buru menutup mulut untuk menghindari menelan air lagi.
Mendongak ke atas kapal, dia hanya bisa melihat bagian atas tubuh kedua sahabatnya merunduk dan menghilang dari pandangan. Mereka melemparkan sesuatu ke sisi perahu. Menggunakan semua kekuatannya, dia mendorong tubuhnya ke tali, terengah-engah sambil mengayunkan lengan. Dapat!
Dia menarik tali dengan keras, mengetahui bahwa tali itu diikat dengan aman ke gerigi besi.
Ombak raksasa pecah dan mengalir di atas perahu, diikuti oleh bunyi retak keras dan kemudian suara gedebuk. Tali-temali dan layarnya jatuh ke geladak, bersama dengan tiang setinggi sembilan meter.
Zaki berteriak mengatasi deru angin. "Miko!"
Berpegang erat pada tali, Tiwi meneriakkan nama mereka berdua. Dia bertanya-tanya apakah Zaki atau Miko telah dihantam oleh sesuatu yang berat. Setiap serat di tubuhnya menegang memikirkannya. Apakah mereka terluka?
Matanya berkedip tapi tidak bisa melihat apa-apa dalam kegelapan. Petir menyambar menari-nari di langit, dan akhirnya dia melihat sosok Zaki yang menyeramkan di dekat terali.
Bibir Tiwi gemetar ketika tidak bisa melihat Miko.
Apakah dia juga jatuh? Tiwi membayangkan Miko terluka, atau lebih buruk lagi, pingsan. Astaga! Tuhan tolong, please.
Dia melihat sekeliling dengan panik, tetapi tidak ada apa pun selain barisan ombak setinggi gunung. Terengah-engah, dia mencoba untuk tidak tersedak buih asin yang didorong ke dalam mulut oleh ombak liar yang berjatuhan.