Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Juru Sensor

2 Januari 2022   21:38 Diperbarui: 2 Januari 2022   22:08 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mengambil buku yang diminta dari rak, membuat debu beterbangan seperti biasa. Debu dingin yang menempel di leherku membuatku menggigil. Bayang-bayang gelap menambah dingin udara. Tak ada petugas kebersihan yang sudi mengusir debu dingin. Atau sesungguhnya tak punya keberanian untuk melakukannya.

Aku menuruni tangga dan menempelkan buku itu ke dada dan mengikatnya dengan tali yang kuat dan simpul yang rumit sehingga tak ada risiko aku akan menjatuhkannya. Bayangan di dinding arsip merendah seperti awan yang ingin menjadi kabut.

Aku melintasi ruang arsip. Tanganku bergerak cepat melumpuhkan berbagai jebakan dan rintangan yang dipasang untuk menghentikan orang awam mengakses buku. Anak panah beracun, belenggu duri yang akan menguci pergelangan kaki, lampu minyak yang nyaris menumpahkan minyak panas ke kepalaku.

Buku-buku di samping jebakan itu berlapis bahan tahan api, dan panasnya akan memicu semburan kabut jika jebakan itu tak kulucuti terlebih dahulu. Aku tidak akan seberuntung buku-buku itu, syukurlah elatihan dan pengalaman bertahun-tahun membuat urutan tersulit menjadi mudah, dan aku menikmati kemampuan bayanganku.

Namun, begitu kembali ke mejaku, aku dilanda panik. Buku itu ditulis dalam bahasa yang tidak kumengerti. Aku membalik halaman. Tidak ada kata yang kukenal.

Kuletakkan buku lalu menarik napas panjang, kukeluarkan buku tebal lusuh yang mendefinisikan tugas-tugasku.  Daftar kata-kata terlarang itu menenangkanku. Lembar-lembar yang akrab, huruf-huruf yang kukenal di halamannya---huruf-huruf yang tidak pernah muncul di buku mana pun yang pernah meninggalkan ruang arsip, tidak dalam kombinasi yang persis seperti itu.

Penuh percaya diri dan yakin, aku kembali membuka buku itu.

Sebagai juru sensor, aku harus selalu memastikan tidak ada kata atau ide radikal yang masuk ke dalam otak pembaca. Perangkap di ruang arsip memang penting, tetapi akulah kunci yang memastikan pengetahuan yang diterima warga aman.

Aku mulai dari halaman pertama. Tidak perlu bisa membacanya sendiri, pikirku, cukup dengan mencari huruf-huruf tertentu.

Tidak ada kata yang ditentukan muncul. Dan tidak ada di halaman berikutnya atau setelah itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun