Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Karakter Ketiga

25 November 2021   17:44 Diperbarui: 29 November 2021   21:04 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peretas.| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Mungkin begitulah nanti, setelah semua ini selesai, pikirku. Gagasan tentang tentang masa depan yang dipisahkan dari semua kebisingan, rasa sakit dan kebodohan, mendorongku maju, cukup dekat bagiku untuk meletakkan tangan di bahunya.

"Mungkin masih bisa, di masa depan," aku mendengar suaraku sendiri berkata sambil meremas daging lunak di balik kaosnya. Sentuhanku tampaknya berhasil membendung air mata nyaris seketika dan sebagian kecil sifat kejam dari diriku bertanya-tanya apakah ini hanya tampilan luarku saja untuk memudahkanku untuk menjalanakna rencana hingga tuntas. Sebagian besar diriku menolak pemikiran itu, tetapi tetap saja di dasar benakku ide itu tetap ada.

"Ya, ya," gumamnya dan aku melihatnya menarik napas panjang. Dia menjauhkan jarinya dari layar dan mengelus tanganku. Merah jambu keraguan telah hilang dari pipinya, menghilang seperti tetes embun di jaring laba-laba, dan tekadnya kembali merasuk ke dalam dirinya. Seolah-olah energi matahari yang kurasakan di kulitku mengalir ke dalam dirinya, menyalurkan kehidupan dan memberinya kekuatan. Aku menyadari bahwa aku adalah bagian dari ini, dan untuk sesaat, hanya untuk sepersekian detik, aku lebih kuat dari dia, bahwa dia membutuhkanku. Aku merasa seolah-olah telah mencapai puncak dan hidupku benar-benar sempurna.

"Kamu siap?" dia bertanya padaku, dengan lembut melepaskan tanganku dari dadanya. Namun, itu tidak dilakukan dengan tergesa-gesa, dan dia membutuhkan beberapa detik untuk menungguku duduk di sampingnya sebelum kami mulai.

Aku duduk di sebelahnya dan layar berdengung, menyala dengan sentuhan kami. Selama beberapa detik, wajah kami diterangi oleh cahaya monitor dan kami terdiam, menyerap sinar dan diam di bawah pengaruh yang memesona. Dia mengulurkan tangan ke papan ketik dan aku mengikuti, seolah-olah kami berdua terkunci dalam urutan mantra doa purba.

cyberwalldefense.com
cyberwalldefense.com

"Mari kita mulai," katanya dan jari-jarinya menghujani papan ketik. Aku segera mengikuti dan klik-klak yang akrab segera mengatur langkah seirama. Rencana kami dimulai.

Di luar, kota yang belum sadar apa yang menimpa mulai terguling. Suara lalu lintas kendaraan dan klakson mengaum dan memekik, orang-orang berteriak dan mengutuk, memaki dengan kata-kata yang disensor di situs mana pun.

Aku berhenti sejenak untuk melihat ke luar jendela, satu-satunya jendela di apartemen. Langit berwarna kelabu dan aku bertanya-tanya apakah merah oranye di ufuk selatan yang menghias hitam gelap adalah kebakaran biasa atau karena arus listrik mendadak kacau akibat virus yang kami susupkan ke server pusat. Aku ingin tahu apakah asap akan meracuni udara dari pabrik kimia di sana.

Kembali ke layar, karya cipta kami selesai menyebar dan kekacauan muncul di layar. Saat benih itu tumbuh, aku meliriknya. Wajahnya yang pucat menyala oleh hiruk pikuk di layar. Dia tersenyum.

Aku membalas senyumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun