Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dalam Sekejap

12 Desember 2020   20:45 Diperbarui: 12 Desember 2020   20:55 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anjing di pelataran parkir.

Pintu mobil menutup keras, bunyinya seperti kembang api malam tahun baru yang melempem---wuuuz!---tetapi cukup keras untuk mengalihkan pandanganku ke arahnya, melalui jendela yang buram kabur bayangan anjing duduk di jok belakang, terengah-engah dengan lidah terjulur.

Bibir pemiliknya berkerut cemberut, muram, suram kelam, seram. Dalam sekejap asap hitam tak layak lolos uji emisi mengepul, dan mereka menghilang.

Tapi saat itulah mataku menatap yang tertinggal, seseorang yang terus mencoba.
Di suatu tempat di dunia, seseorang masih mencoba. Mencoba sesuatu. Mencoba segala macam hal. Mencoba membuat semuanya bekerja. Mengulangi dan mengulang rumus, pendekatan untuk menemukan solusi, jawaban.

Atau menyusun labirin pertanyaan.

Satu cara sekarang, cara lain, berikutnya, tetapi selalu berusaha.

Di sana, saat ini, ada orang lain yang mencoba. Aku melihat bagaimana mereka memegang tali kendali kusut menarik anjing seperti Sisiphus menggiring menhir, mengangkatnya perlahan, seperti seorang nelayan yang tidak yakin tangkapan mereka bertahan, mencoba untuk memahami, memegang sejauh lengan dari tempat berdiri dihela jaring yang berat, Ahab menombak Moby Dick dengan tenaga solar, bengkak bagai padi bunting siap panen disapu belalang.

Tiba-tiba, tiba suara menggema bergaung dari taman. Menyenangkan, tapi, tidak, ini bukan musik.

Suara anak yang tak kasat mata, puncak kegembiraan tak terkendali muncul dari dalam tempat ayunan gantung, dalam kesenangan menggoda.
Dan aku mendengar tawa itu di sini, di dalam mobil ini, di mana sekarang? Aku melihat dua anjing dan, oh, sekarang yang ketiga, berlari kencang, rahang menganga taring, berlomba di sepanjang jalan setapak lurus bagai tulang.

Di taman anjing, mondar-mandir suara dibungkam oleh jarak, sampai saat ini. Kutahu itu terjadi tetapi tak kasat mata, bantalan belaian lembut dari jari-jari manusia yang kusia-siakan, mengunci kait kerah dengan kancing terpisah. Suara klik terlalu hening untuk telingaku, lepas.

Anjing-anjing lepas landas terbawa naluri leluhur mengejar aroma kebebasan, naluri kebebasan berburu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun