Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Terima Uang Tunai dengan Tongkat Berwadah Kaleng jadi New Normal

1 Juni 2020   17:12 Diperbarui: 1 Juni 2020   17:09 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : SUMEKS. CO


"Kedepan akan ada sikap atau 'habit' yang bisa jadi terlihat aneh dan semestinya kita bisa menerima"

Protokol new normal jadi gaya hidup baru yang nantinya akan biasa terlihat di sekitar kita. Kalau masker mungkin sudah terbiasa kita lihat dan banyak yang memakainya. 

Detik. Com mengutip pernyataan jurnalis ABC Indonesia :

"Kita harus merasa diri kita yang punya virus. Dengan memiliki pikiran seperti itu, kita jadi lebih berhati-hati saat berinteraksi dengan orang lain, karena kita tak mau menularkannya ke orang lain, meski kita terlihat sehat," kata Erwin Renaldi.

Kedepan akan ada sikap dan 'habit' yang bisa jadi terlihat aneh dan semestinya kita bisa menerima. Contoh : menerima uang tunai atau memberikan kembalian ketika berbelanja di warung dengan tangan terbungkus plastik atau dengan tongkat yang ada kalengnya. Kalau dengan tangan terbungkus plastik saya sudah alami bahkan dengan jarak cukup lumayan satu setengah meter. 

Hal tersebut jika dilakukan di saat normal biasa mungkin ya aneh. Kali ini semua harus disikapi sebagai bagian menjaga jarak dan kesehatan. 

Adakalanya kita seakan tak kuasa dengan kebiasaan jaga jarak. Tentunya menimbulkan suatu hal baru namun jengah. Hal ini banyak terjadi di pelayanan dan jasa. Ketika memang sudah diaktifkan kehidupan new normal pastinya mesti tumbuh sikap kesabaran dan keberterimaan. 

Jaga jarak memungkinkan terjadinya komunikasi langsung yang pasti harus dengan jarak aman misal satu meter setengah. Pada suatu bank akan terjadi percakapan yang bisa saja melelahkan karena mulut tertutup masker dan jarak yang tidak dekat ditambah lagi kuping harus ekstra kerja keras menangkap pesan suara. 

Bagi kostumer mungkin tidak apa-apa , lantas bagaimana dengan costumer service, Guru, dosen dan lainnya ketika ada interaksi langsung dengan hubungan kerjanya berjam-jam ? Terbayangkan kalau ini akan jadi bagian new normal. 

Interaksi langsung dengan banyak orang biasanya juga ada kesulitan untuk mengenali kawan-kawannya karena setengah wajah tertutup masker. Ini juga jadi bagian menarik dan menumbuhkan industri masker yang bisa mencetak bagian setengah wajah tertutup masker. Kita harus akui dalam masa pandemi ini dengan masker pastinya susah mengenali dalam setiap pertemuan baik di jalanan maupun aktivitas. 

Hati harus terus lapang dengan gaya interaksi sosial yang baru. Kenapa saya sebut seperti itu? Ya, dalam keterbatasan interaksi yang ada dengan setengah wajah tertutup masker pasti kita tidak tahu mimik yang dialami oleh lawan bicara. Apakah tersenyum, apakah marah atau biasa saja ? Sudah jelas hal ini banyak menimbulkan interpretasi dari diri kita sendiri. 

Kondisi yang ada kedepan selain dokter dan petugas medis tentu ini jadi masukan untuk Pemerintah agar bisa melibatkan dan menerjunkan pakar-pakar psikologi untuk memberikan jurus-jurusnya agar siap menerima keadaan new normal dengan segala konsekuensinya. 

Detik. Com mengutip pernyataan jurnalis ABC Indonesia :

"Jangan disalahpahami, 'oh Australia saja sudah dibuka', jangan sampai ada negara lain, katakanlah Indonesia, kemudian menjadikan Australia sebagai rujukan, ujar Farid Ibrahim.

"Ini semua jadi PR (Pekerjaan Rumah) Pemerintah yang cukup berat agar mempersiapkan semuanya dengan matang"

Pasti dan sangat bisa dipastikan Australia dan negara lainnya sangat berbeda dengan Indonesia karena ada pepatah "Lain ladang lain belalang ". Pelonggaran sosial dalam masa pandemi ini juga sangat membutuhkan sosiolog, tokoh agama dan budayawan dengan distribusi kiat-kiat dan pemikirannya. 

Kompleks ya kelihatannya namun itu hal yang mesti dilakukan agar terjadi peningkatan partisipasi masyarakat dengan kesadaran yang akan tertanam atau ditanam. 

Ini semua jadi PR (Pekerjaan Rumah) Pemerintah yang cukup berat agar mempersiapkan semuanya dengan matang. Semua tidak semata diserahkan kepada masyarakat siap atau tidak siap harus menerima new normal. Kita juga pahami bahwa hal ini dilakukan demi bergeraknya roda ekonomi di samping upaya kesehatan yang sudah berjalan di masa PSBB ( Pembatasan Sosial Berskala Besar). 

Berita dicabutnya kembali situasi new normal di Korea Selatan bisa menjadi pembelajaran terbaik dan catatan pelaksanaan di Indonesia. Terjadinya lonjakan kasus baru Covid 19 di Korsel membuat pemerintahnya sigap dan nyatakan kebijakan new normal gagal dan menutup kembali sekolah-sekolahsekolah-sekolah, taman umum dan museum. 

Okelah new normal dijalankan namun Pemerintah juga semestinya mempersiapkan skenario lain jika ternyata upaya new normal atau pelonggaran tak berhasil. Indikatornya seperti peningkatan orang positif terjangkit Covid 19.  Jangan malah menambah lelah para dokter dan tenaga medis hingga jadi sia-sia upaya yang sudah dilakukan. (Isk) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun