Mohon tunggu...
Rizky Purwantoro S
Rizky Purwantoro S Mohon Tunggu... Lainnya - pegawai biasa

Membaca, mengkhayal dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Pendek Angkatan Laut Sebuah Negeri yang Sebagian Besar Wilayahnya adalah Lautan

26 Oktober 2022   15:54 Diperbarui: 26 Oktober 2022   16:08 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah cukup diketahui umum bahwa kepulauan terbesar di dunia itu berada di Asia Tenggara dan sebagian besarnya disatukan menjadi satu negara bernama Indonesia. Sebagai negara kepulauan berarti luas negeri ini tidak boleh hanya melihat dari luas daratannya saja namun harus ditambahkan juga luas lautannya, sehingga memandang laut itu bukan merupakan jarak yang menjauhkan atau tembok pemisah melainkan menjadi jembatan atau sarana pemersatu dari seluruh suku bangsa yang mendiami pulau-pulau yang tersebar di kepulauan ini.

Memang harus diakui kalau manusia itu adalah mahluk darat, kita bukan ikan yang dapat terus-terusan hidup didalam air, dimana hampir semua manusia itu lahir, berkembang biak, memiliki rumah, dan meninggal itu diatas tanah daratan. Disisi lain laut itu sendiri sampai dengan saat ini bagi kita masih banyak yang belum dieksplorasi, manusia mungkin baru mengenal sebagian kecil dari apa saja yang terdapat didalam lautan sampai banyak yang mengatakan jika manusia dianggap lebih mengenal bulan daripada mengetahui laut yang notabene berada diplanet mereka sendiri. Karena hal itu tidak sedikit dari kita manusia, termasuk yang di Indonesia memandang asing terhadap laut dan terkadang juga disertai perasaan ngeri, suatu perasaan yang tidak salah sepenuhnya karena laut itu walaupun tenang tapi sewaktu-waktu dapat mengamuk dan banyak menelan korban jiwa manusia itu sendiri.

Kembali ke Indonesia, perasaan akan ngeri dan kawatir terhadap laut itu manusiawi akan tetapi dapat menjadi pendorong bagi kita untuk menciptakan kondisi yang dapat meminimalisir potensi bahaya yang dapat timbul dari laut disekitar kita. Mau tidak mau kita bangsa Indonesia itu sudah ditakdirkan memiliki tanah air yang berwujud kepulauan, kita tidak tidak ditakdirkan untuk hidup dinegara yang berada dibenua, seperti India dan Republik Rakyat Cina yang hampir seluruh wilayahnya merupakan tanah daratan.

Oleh karena itu sudah sewajarnya Indonesia memiliki angkatan laut yang kuat atau bahkan kalau bisa menjadi salah satu yang terkuat dimuka bumi ini. Jangan sampai laut-laut di Indonesia itu dengan mudahnya dapat dieksplorasi sumber dayanya oleh kapal-kapal asing atau tidak menutup kemungkinan adanya kapal selam negara lain yang telah menyusup ke dalam perairan kita tanpa banyak diketahui. Jika itu yang terjadi maka negeri ini layaknya negeri pasif yang halaman rumahnya diacak-acak atau dilewatin tetangganya tanpa dapat bertindak aktif dan hanya dapat melakukan sebatas protes lisan belaka.

Mungkin ini juga termasuk kesalahan sejarah bangsa kita, kesalahan karena sejak awal negeri dibangun dengan kurang mengutamakan pembangunan angkatan lautnya diatas angkatan-angkatan lainnya. Kesalahan yang sebenarnya mempunyai latar belakangnya sendiri, dan itu bisa ditelusuri sejak penjajahan Belanda atas Hindia Timur pada masa itu.

Banyak yang mengatakan bahwa pemerintahan Hindia Timur Belanda sejak dibubarkannya Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC itu cenderung menjadi pemerintahan yang polisionil atau pemerintahan yang lebih fokus menghadapi perlawanan dari rakyat jajahannya sendiri. Sehingga dalam memadamkan perlawanan tersebut tentu saja membutuhkan pasukan bersenjata yang cocok diterjunkan didalam medan pertempuran dihutan dan pegunungan yang semuanya itu adalah daratan bukan lautan. Dan pasukan seperti pasukan Marsose yang merupakan pasukan antigerilya yang akhirnya dibutuhkan pemerintah Hindia Timur Belanda dibandingkan pasukan marinir yang dapat berperang didaratan dan lautan sekaligus atau kapal perang yang canggih.

Koninlijke Nederlands Indische Leger atau KNIL yang dibentuk sebagai angkatan perang untuk mempertahankan dan mengamankan wilayah jajahan di Hindia Timur Belanda ini merupakan angkatan darat saja tanpa ada angkatan lautnya. Sedangkan untuk angkatan lautnya diserahkan tanggung jawab pengamanannya di tangan Angkatan Laut Gubernemen atau Gouvernementsmarine yang bukan angkatan laut murni militer karena beroperasi secara sipil-administratif dan tetap masih banyak dibantu oleh Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang berasal dari negeri induk semangnya.

Pada masa pendudukan Jepang pun, walaupun sebagian wilayah Indonesia sebagiannya dikuasai oleh angkatan darat atau Rikugun meliputi Jawa, Sumatera dan pulau-pulau disekitarnya dan oleh angkatan laut atau Kaigun meliputi Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Namun para calon pembesar Tentara Nasional Indonesia atau TNI itu hampir sebagian besar berasal dari PETA, Giyugun dan Heiho yang notabene adalah bagian dari angkatan darat atau Rikugun.  

Sehingga dampaknya adalah kuatnya mindset yang diturunkan dari mantan penjajah kita kepada para pemimpin TNI yang kelak akan membangun angkatan perang di negara yang baru saja merdeka ini. Nama-nama seperti Oerip Soemohardjo dan Sudirman merupakan alumni KNIL dan PETA yang tentu saja lebih akrab mengenai cara berperang didarat daripada berperang dilaut.

Perjalanan Indonesia pasca kemerdekaan pun tidak kecil pengaruhnya terhadap perkembangan kemiliteran di negeri tersebut. Pemberontakan demi pemberontakan cukup banyak terjadi pada masa itu, dari pemberontakan yang sifatnya separatis seperti RMS dan pemberontakan yang cenderung ideologis seperti DI/TII dan PKI sebenarnya hampir mirip dengan kondisi yang dihadapi KNIL pada era kolonial sebelumnya, hanya saja jika dahulu yang berperang adalah bangsa pribumi melawan bangsa asing maka setelah Indonesia merdeka yang saling berperang adalah sesama anak negeri sendiri.

Kondisi tersebut menjadikan TNI sebagai pengawal angkatan perang negeri ini lebih terlatih dan berpengalaman dalam perang antigerilya didaratan daripada berkonfrontasi dengan musuh dilautan. Memang konflik-konflik dengan perompak dilaut terkadang juga ada akan tetapi sudah pasti skala pertempurannya tidaklah sebesar dengan konflik darat yang dihadapi TNI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun