Mohon tunggu...
Muhammad Asif
Muhammad Asif Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer and reseacher

Dosen dan peneliti. Meminati studi-studi tentang sejarah, manuskrip, serta Islam di Indonesia secara luas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bagaimana Nasib Beasiswa Pendidikan dan Penelitian Jika Ganti Pemerintahan?

12 April 2019   10:22 Diperbarui: 12 April 2019   11:03 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terdatanya seluruh terbitan berkala ilmiah (Jurnal), publikasi ilmiah, dan hak cipta/paten. Melalui indeks SINTA yang dikembangkan oleh Kemeristek Dikti, kita telah memiliki data seluruh terbitan berkala ilmiah yang ada di negara kita. 

Kita juga memiliki data berapa jumlah publikasi ilmiah yang dihasilkan oleh para akademisi dan peneliti kita plus hak cipta atau hak paten yang telah mereka peroleh baik dari dalam maupun luar negeri.

Meningkatnya penelitian dan publikasi ilmiah dan juga hak cipta/hak patenSeperti yang saya pernah saya singgung dalam sebuah tulisan saya, saat ini di Indonesia saya sebuat sebagai "Era Jurnal". Lihat di tulisan saya. Setidaknya terjadi peningkatan gairah ilmiah yang luar biasa di kalangan dosen/akademisi di Indonesia saat ini. Melakukan penelitian tampaknya telah menjadi tren di kalangan dosen dan akademisi kita saat ini. 

Hal ini saya rasa berbeda dengan kondisi lima atau sepuluh tahun sebelumnya. Saat saya masih kuliah misalnya jarang ada dosen yang mau melakukan penelitian yang sungguh-sungguh apalagi melakukan publikasi ilmiah di jurnal-jurnal bereputasi. Mungkin hanya orang-orang tertentu saja yang mau melakukannya. 

Tapi sistem dan iklim yang ada sekarang mau tak mau memaksa dosen dan akademisi untuk secara regular melakukan penelitian. Dan ini menurut saya merupakan sebuah capaian positif.

Saya (secara pribadi) kok jadi khawatir jika ganti pemerintahan nanti ganti kebijakan. Bisa-bisa ganti lagi ganti kementrian. Kalau sekedar ganti menterinya sich tak masalah, tapi coba kalau sampai kementriannya dibubarkan lagi. Bisa-bisa semua harus dimulai dari awal lagi. 

Mungkin bisa jadi ini kekhawatiran yang berlebihan. Tapi juga beralasan, bukankah tradisi pemerintahan di negara kita adalah tidak mau melanjutkan capaian (positif) dari pendahulunya. Alasannya bisa karena banyak hal. Mungkin takut dikatakan imitasi. Berseberangan haluan ideology atau bahkan partai, karena kepentingan politis dan lain sebagainya.

Hal lain yang perlu saya bicarakan adalah masalah beasiswa. Dalam empat atau lima tahun terakhir, negara melalui beberapa lembagai baik Kemenristek Dikti, LPDP, Kementrian Agama telah membuka secara luas program beasiswa untuk jenjang S2, S3 maupun post doktoral baik di dalam maupun luar negeri. Dan ada ribuan atau bahkan belasan atau puluhan ribu anak bangsa yang sedang menempuh dan menikmati beasiswa tersebut. Diharapkan mereka kelak menjadi aset untuk membangun bangsa di masa depan.

Di Direktorat Pendidikan Tingga Islam di bawah Kemenag misalnya ada program beasiswa 5000 doktor yang dibuka sejak 2015. Program itu berlaku bagi dosen (yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi tentunya) untuk menempuh jenjang doktoral baik di dalam dan luar negeri. 

Targetnya dengan diadakannya program beasiswa ini Kementrian Agama akan memiliki 5000 doktor baru baik lulusan dari perguruan tinggi dalam negeri yang ternama maupun lulusan luar negeri. Program ini pun telah berjalan cukup baik. 

Dan jika dirata-rata (ini perkiraan kasar) setiap tahun Kemenag memberikan 700 maka setidaknya telah ada hampir tiga ribuan dosen/akademisi yang telah menempuh beasiswa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun