Mohon tunggu...
A. W. Priatmojo
A. W. Priatmojo Mohon Tunggu... Penulis-Socialpreneur -

Membaca / Menulis / Socialpreneur https://nyalaruangbaca.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Inilah Cara Agar Tetap Kreatif sebagai Pebisnis Muda!

28 Desember 2017   14:31 Diperbarui: 28 Desember 2017   14:38 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kunjungan ke Candi Borobudur

Saat itu, suatu sore yang basah, saya dan dua teman saya baru saja tiba di Jogjakarta. Udara terasa sejuk, begitu juga orang-orangnya. Kami tiba di sebuah hotel yang berada di daerah Gejayan. Hotel yang cukup megah, ditambah dengan para pelayan yang ramah. Hari itu, kami menghadiri undangan untuk mengikuti sebuah kompetisi Socialpreneurs muda tingkat ASEAN. Kompetisi ini diadakan bagi para pemuda ASEAN yang memiliki ide bisnis sosial. Dan ide bisnis yang kami bawa adalah di bidang pendidikan, yaitu meningkatkan literasi di kalangan pelajar.

Kami harus menginap di hotel tersebut selama 5 hari untuk mengikuti berbagai rangkaian acara. Peserta yang datang berasal dari berbagai negara di ASEAN, termasuk Indonesia. Dengan demikian, maka kami harus bersiap untuk membaur dengan orang-orang dari berbagai negara, berbagai adat, dan juga berbagai bahasa. Namun, yang menjadi masalah sebenarnya bukan itu. Permasalahannya yaitu kami, tiga orang pria ini, adalah anak indekos: yang biasa makan seadanya, kamar pengap, tidur larut malam. 

Dan lima hari ke depan, kami diharuskan untuk tidur di kamar full AC, makan makanan yang tidak biasa, dan tidur tidak bisa seenaknya. Tubuh saya punya riwayat tidak kuat dengan hawa dingin. Ditambah lagi, teman sekamar saya bukan orang Indonesia. Memang telah menjadi kebijakan panitia untuk mengacak teman sekamar antara anggota tim satu dengan lainnya. Agar bisa akrab dengan tim lainnya, begitu alasan yang mereka sampaikan.

Tak berapa lama setelah registrasi, saya masuk ke kamar yang sudah ditentukan. Kamar masih sepi. Ketika saya sedang menata baju ke dalam lemari, terdengar seseorang mengetuk pintu. Pintu saya buka, muncul seorang lelaki tinggi-kulit putih-rambut kemerahan dan memohon izin masuk dengan bahasa Inggris yang tidak begitu jelas, "Permisi, boleh saya masuk?"

Tentu saya persilakan, dan saya mulai menanyakan nama dan negara asalnya, tentu dengan bahasa Inggris semampu saya.
"Saya dari Kamboja", begitu jawabnya, sambil tersenyum.

Ternyata ia dari Kamboja, dan baru pertama melangkahkan kaki di Jogja. Sejak saat itu kami mulai mengobrol tentang berbagai hal. Tentu dengan bahasa Inggris patah-patah, dan terkadang sama-sama tidak kami mengerti.

Setelah sesi seminar di UGM
Setelah sesi seminar di UGM

Tibalah juga malam pertama saya dan dua teman saya di hotel. Dan malam itu juga, kami dihadapkan pada suatu persoalan. Pertama, kami ada pekerjaan kantor yang harus diselesaikan, dan kedua, kami merasa tidak enak dengan teman sekamar masing-masing jika harus lembur di kamar hotel, selain alasan bahwa kami juga tidak betah dengan dinginnya ruangan. Akhirnya kami putuskan untuk lembur di luar hotel. Kami pergi ke sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari hotel di seputaran Gejayan. Kami berada di kafe berjam-jam, ditemani pesanan kami masing-masing, sebelum tersadar bahwa waktu sudah dini hari, dan besok kami ada agenda pagi.

Bergegas kami kembali ke kamar masing-masing. Sampai di kamar, sialnya, dinginnya ruangan seperti hendak membunuh saya. Tidur selarut ini, ditambah badan yang kedinginan, biasanya tubuh saya tidak bisa menerimanya. Kemudian saya hanya menyetel suhu AC hingga ke titik yang manusiawi, merapatkan selimut, sembari memejam: berharap besok tidak terjadi apa-apa pada tubuh saya.

Keesokan harinya, prediksi saya tepat. Tubuh saya tidak kuat. Pagi-pagi sekali, kepala saya terasa berat, perut terasa kembung dan mulas. Pagi itu, saya sudah harus bolak-balik ke kamar mandi. Di tengah keterpurukan saya itu, ada satu hal yang saya syukuri. Karena sudah hapal dengan tubuh saya, untungnya kemarin saya sudah menyiapkan segala sesuatunya sebelum berangkat. Dengan mantap, saya membuka tas dan mengambil minyak Kayu Putih Aroma dari dalamnya. 

Dengan penuh kebahagiaan, saya tuang sedikit demi sedikit di telapak tangan, dan saya oleskan ke perut secara merata. Tidak lupa, saya oleskan juga di kening kiri dan kanan, serta menghirup aromanya. Kehangatan pun menjalar, aroma yang segar juga menguar. Setelah mencium aroma itu, saya baru ingat: saya satu kamar dengan orang Kamboja! Dengan sebuah pemahaman bahwa ada orang yang juga tidak suka dengan aroma minyak kayu putih, saya dengan hati-hati menanyakan ke teman Kamboja saya.

Dengan tersenyum, ia menjawab, "Tidak masalah, tenang saja."

Tapi memang minyak Kayu Putih Aroma ini mempunyai wangi yang berbeda. Minyak Kayu Putih Aroma merupakan varian baru dari minyak Kayu Putih Cap Lang. Varian ini memiliki kehangatan yang lebih dan aroma yang lembut. Karena aroma lembut itulah, mungkin teman Kamboja saya merasa tidak keberatan jika saya menggunakan minyak ini, terlebih di ruangan ber-AC.

Ketika itu, syukurlah satu hari saya yang produktif akhirnya terselamatkan. Dengan kehangatan minyak Kayu Putih Aroma, saya bisa mengikuti rangkaian acara dari panitia, serta menyelesaikan pekerjaan saya.

Dalam rutinitas saya sebagai pebisnis muda yang harus lembur tak kenal waktu, sangat dibutuhkan stimulus untuk menjaga kreativitas. Dan minyak Kayu Putih Aroma, menjawab kebutuhan saya.

Maka, saya sarankan kepada kawan-kawan kreatif lainnya, jangan lupa untuk senantiasa membawa minyak Kayu Putih Aroma, dan mari bersama membangun bangsa!

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun