"Bagiku, kamu itu surga..."
"Aku melihat surga di hadapanku."
Sesuatu, yang sekian lama aku rindukan. Sesuatu yang hingga detik ini, untuk aku adalah kenikmatan.
"Aku menatap surga di hadapanku."
Sesuatu, yang selama ini mengilhami. Sesuatu yang hingga detik ini, aku bisa temui pula miliki, tanpa sedikitpun merasa terbebani.
"Aku tersenyum lega, menyaksikan surga di hadapanku."
"Aku terpesona dibuatnya. Pun hadirnya, adalah cikal bakal bahagia yang rasanya adalah seutuhnya, untukku."
Surga itu bagiku, adalah amanah. Surga itu untukku, tentunya anugerah. Surga itu yang ternyata milikku, hingga kapanpun tiada yang akan bisa membantah; tak jua terbantahkan.
"Surga itu kamu. Rezeki itu akan selamanya adalah dirimu."
Sekali waktu, mungkin saja aku yang akan bersandar kepadamu. Di lain waktu, aku akan senantiasa siap menjadi apa juga siapa, untuk kamu jadikan tempat bersandar yang menyandarkan diri, raih keheningan pun mendamaikan.
"Kamu sentuh teduhku, teduhlah jiwaku. Kamu raih hatiku, sadar pun sabarku adalah berkatmu."
Salam Fiksiana, Bandung, 05 Maret 2021