Mohon tunggu...
Awaluddin Rao
Awaluddin Rao Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan

Berislam Bergembira

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memaknai Idul Adha di Tengah Pandemi

19 Juli 2021   21:35 Diperbarui: 5 September 2022   07:59 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka, pertama yang perlu kita maknai kali ini adalah bahwa hidup itu bukan hanya tentang kita, hal terpenting dari segalanya adalah mensyukuri segala yang di titipi oleh Tuhan hari ini sebaik mungkin.

10 Dzulhijjah itu telah tiba. Sapi dan kambing yang telah dibesarkan dengan penuh cinta itu, akhirnya akan disembelih juga. dagingnya akan di nikmati oleh semua kalangan. 

Mereka yang tidak pernah mencicipi nikmatnya rendang padang, pada hari itu akan menikmatinya. Ternyata berislam itu sederhana, lewat Idul Adha ia ajarkan kita bahwa pokok dari ajaran itu adalah menggembirakan orang lain. 

Lidah-lidah yang setiap hari makan ikan asin dan mie instan itu akan merasakan kenikmatan di hari raya kurban itu, lalu apakah kita masih mempunyai alasan untuk menyakiti hati orang lain? Sedangkan berbagai ajaran agama itu memberi pesan agar kita senantiasa membahagiakan orang lain.

Di tengah-tengah pandemi yang tak kunjung usai, sebisa mungkin kita memetik hikmah dari berbagai hal yang terjadi.

Haji tahun ini pun di batasi, di siaran televisi kita lihat, bahkan untuk sholat berjama'ah pun mesti dikasih jarak, yang paling menyedihkan adalah saat banyaknya calon jama'ah haji yang gagal berangkat saat usianya pun terus bertambah. Salah satu hikmahnya adalah, agar kita tidak menganggap bahwa Tempat Tuhan adalah di Kakbah. 

Bangunan hitam itu sengaja tak diukir agar kita tidak menyembah menyembah dengang mengangungkan dan memberhalakannya. Kakbah hanyalah simbol, sebagai arah sholat umat Islam. 

Lantas, di manakah Tuhan? "Dan kepunyaan Allah lah timur ke barat. Maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. (Al Baqarah, 115). Jika kembali direnungi, sesungguhnya kepantasan untuk kecewa itu tidaklah ada. Bukankah kehendak Tuhan adalah kehendak terbaik? 

Dari Ibrahim kita belajar rendah hati, jika dibandingkan perkara ibadah, kita ini bukanlah apa apa dibandingkan nabi nan mulia itu yang berani mengorbankan anaknya. 

Darinya juga kita belajar soal menggembirakan kematian dan setiap perintah Tuhan. Saat hendak pergi ke tempat penyembelihan, ia di tanya istrinya tentang kemana ia akan pergi, Ibrahim pun menjawab dengan hendak bertamu (kepada Allah), tak sampai disitu anaknya pun dibedaki, diminyaki, didandani sebagus mungkin, amat banyak pelajaran, bahwa mengerjakan perintah Tuhan itu mesti menggembirakan. 

Lalu bagaimana dengan sholat, puasa dan ibadah lain kita hari ini? atau jangan jangan kita terus merasa terpaksa. Darinya juga kita belajar soal Keikhlasan dan bentuk Berserah Diri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun