Ditulis oleh : Avid Putri Ardilla
Kalau kita bicara soal pelayanan publik yang makin canggih, salah satu yang paling sering disebut belakangan ini adalah Kereta Cepat Whoosh. Nama ini mulai akrab di telinga masyarakat sejak resmi beroperasi akhir 2023 lalu. Bayangkan saja, perjalanan dari Jakarta ke Bandung yang dulu bisa makan waktu 3 jam lebih, kini bisa ditempuh hanya dalam waktu 40 menit. Keren, kan?
Tapi pertanyaannya, seberapa besar pengaruhnya buat masyarakat secara luas? Apakah inovasi ini benar-benar memberi manfaat nyata atau cuma terasa oleh segelintir orang? Nah, di sinilah pentingnya kita melihat lebih dalam soal inovasi dalam pelayanan publik—bukan sekadar soal kecepatan, tapi juga soal keadilan, keterjangkauan, dan kebutuhan rakyat.
Apa Sih Inovasi Pelayanan Publik Itu?
Kalau mendengar kata “inovasi”, mungkin yang langsung terbayang adalah teknologi, aplikasi, atau alat-alat canggih. Tapi sebenarnya, inovasi pelayanan publik itu lebih luas. Menurut Osborne dan Brown (2011), inovasi di sektor publik mencakup cara-cara baru dalam menyelenggarakan layanan pemerintah yang lebih efektif, efisien, dan sesuai kebutuhan masyarakat.
Inovasi bisa muncul dalam bentuk sistem digital, pendekatan baru dalam mengelola birokrasi, atau bahkan kemitraan pemerintah dengan swasta. Tujuannya tetap sama: bikin layanan pemerintah lebih baik, lebih cepat, dan lebih terasa manfaatnya bagi rakyat.
Di Indonesia, semangat ini sebenarnya sudah tercermin dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam Pasal 3, disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik bertujuan memberikan pelayanan yang berkualitas, sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat, serta dapat diakses secara adil. Artinya, pelayanan publik bukan hanya tentang ada atau tidaknya layanan, tapi juga soal kualitas dan keterjangkauannya.
Kereta Cepat Whoosh: Simbol Kemajuan atau Tantangan Baru?
Proyek kereta cepat Jakarta–Bandung ini digagas sebagai bagian dari upaya modernisasi transportasi nasional. Dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), proyek ini adalah kerja sama antara BUMN Indonesia dan perusahaan dari Tiongkok.
Tujuan utamanya jelas: mempercepat mobilitas orang dan barang antar kota, mengurangi kemacetan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan kecepatan hingga 350 km/jam, Whoosh jadi proyek pertama di Asia Tenggara yang punya layanan secepat itu.
Tapi seperti banyak proyek besar lainnya, ini juga menimbulkan sejumlah tanda tanya. Menurut laporan Tempo.co (2023), biaya proyek ini naik drastis dari perkiraan awal. Bahkan, ada perdebatan soal seberapa besar kontribusinya terhadap pelayanan publik, terutama bagi warga biasa.
Biaya Fantastis, Tapi Apakah Terjangkau?
Proyek kereta cepat ini awalnya diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 86 triliun, tapi dalam perjalanannya membengkak jadi lebih dari Rp 130 triliun. Hal ini tentu menjadi sorotan publik, apalagi karena ada dana dari negara dan pinjaman luar negeri yang digunakan.