Mohon tunggu...
Auriel Deviva dan Ervina VS
Auriel Deviva dan Ervina VS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Perpajakan

FIA Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membuka Potensi Global Minimum Tax: Implikasi dan Tantangan ke Depan

14 Desember 2023   17:57 Diperbarui: 14 Desember 2023   18:14 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Transaksi digital sudah tidak asing lagi di berbagai negara. Perusahaan tidak perlu lagi mendirikan kantor fisik untuk mendapatkan keuntungan, karena transaksi digital telah menjadi alat yang efisien untuk melakukan bisnis di berbagai lokasi. Banyak perusahaan yang memanfaatkan celah peraturan untuk menghindari pembayaran pajak yang seringkali menimbulkan kerugian bagi pemerintah.

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai transaksi digital di perbankan melalui situs digital mencapai Rp4.500 triliun pada Agustus 2022 dan naik sekitar 31% per tahun. Peningkatan tersebut memicu pembahasan terkait Global Minimum Tax yang menjadi upaya untuk mengatasi tantangan yang muncul akibat digitalisasi ekonomi. Global Minimum Tax menjadi angin segar karena selama ini globalisasi tidak diikuti dengan harmonisasi sistem pajak antar negara yang telah menyebabkan timbulnya offshore tax evasion, international profit shifting, dan tax competition. 

OECD telah membentuk BEPS atau Base Erosion and Profit Shifting guna meminimalisir penghindaran pajak yang mana Global Minimum Tax menjadi bagian dari proposal mengenai pajak digital yang dirancang oleh OECD. Pemungutan Global Minimum Tax telah disepakati oleh para pemimpin ekonomi dunia yang terhimpun dalam organisasi G20 pada pertemuannya di Paris, dimana Global Minimum Tax akan dipungut sebesar 15 persen. Kesepakatan atas Global Minimum Tax akan diberlakukan pada perusahaan multinasional yang akan mempengaruhi nilai yang diserahkan kepada para pelaku usaha, misalnya tax allowance atau tax holiday.  

Lantas sebenarnya apa itu Global Minimum Tax?

Global Minimum Tax adalah pajak minimal yang harus dibayarkan bagi setiap perusahaan multinasional, termasuk perusahaan multinasional domestik yang menerima penghasilan dari luar negeri. Global Minimum Tax bertujuan untuk mencegah perusahaan multinasional menghindari pajak dengan mengalihkan keuntungan mereka ke negara-negara dengan tarif pajak yang rendah. Syaratnya, perusahaan multinasional tersebut memiliki penghasilan bruto global senilai EUR 750 juta (sekitar Rp11 triliun).  

Penerapan Global Minimum Tax merupakan hal yang penting untuk memastikan negara menerima hak pajaknya dan menarik investasi melalui instrumen pajak yang efektif. Aturan tersebut untuk memastikan setiap perusahaan multinasional domestik membayar tingkat pajak minimumnya dengan kantor pusat dan yurisdiksi di manapun mereka beroperasi. OECD menyampaikan bahwa masih banyak ketidaksesuaian data terhadap lokasi penghasilan yang dilaporkan dengan lokasi penghasilan yang dilaksanakan. Hal ini tentunya akan berdampak negatif, seperti terjadinya penghindaran pajak hingga pergeseran laba pada perusahaan multinasional.

Global Minimum Tax ini mengadopsi 2 skema yang saling berkaitan : 

  1. Income Inclusion Rule (IIR) merupakan ketentuan yang mengharuskan induk dari suatu grup multinational enterprise (MNE) atau bagian dari grup MNE untuk membayar pajak tambahan (top-up) atas anak usahanya yang dikenakan pajak efektif kurang dari 15 persen; dan

  2. Undertaxed Payment Rule (UPTR) akan menjadi aturan sekunder yang berlaku jika entitas konstituen tidak mengikuti skema IIR atau tidak menerapkan IIR dalam ketentuan domestiknya.


Implikasi Kebijakan Global Minimum Tax

Menurut International Monetary Fund (IMF), adanya pajak minimum global ini akan berdampak pada meningkatnya Pajak Penghasilan (PPh) Badan sebesar 14% dengan tarif sebesar 15% bagi  perusahaan multinasional yang ditetapkan OECD. Selain itu, pajak minimum global ini juga akan meningkatkan penerimaan pajak sebesar 8,1% dari berkurangnya kompetisi tarif pajak antar yurisdiksi. Sayangnya, IMF belum memperhitungkan pertimbangan lain misalnya, adanya kemungkinan suatu yurisdiksi tidak melaksanakan ketentuan pajak minimum global meskipun telah  menyetujui Pilar 2 terkait Global Anti Base Erosion (GloBe).

Selain itu, meskipun tarif pajak minimum global ini lebih kecil dibanding tarif atas BUT, masih ada potensi perluasan basis pemajakan sehingga dapat lebih digali potensi tersebut. Perlu diingat juga bahwa sekalipun pajak minimum global ini ditetapkan tidak akan serta merta menghilangkan sepenuhnya tax haven country. Karena hal itu akan dikembalikan kepada keputusan perusahaan multinasional atas pilihan itu sendiri

Terkait dengan wacana pemberlakuan pajak minimum global terhadap insentif pajak khususnya tax exemption atau tax holiday, diharapkan dapat dilakukan dengan lebih selektif dan hati-hati. Atas tarif yang ditetapkanGlobal Minimum Tax menyasar kepada seluruh perusahaan multinasional namun tetap mengikuti ketentuan peraturan pajak (subject to tax rule). Sehingga dampak atas kebijakan Global Minimum Tax ini bergantung dari negara pembuat kebijakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun