Mohon tunggu...
Aurellia Shinta
Aurellia Shinta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

polscience student

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pemungutan Suara Ulang dalam Pilkada 2020

3 November 2021   20:35 Diperbarui: 3 November 2021   21:26 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pemilu merupakan pilar utama demokrasi. Pemilu menjadi ajang untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Pemilu terbagi menjadi dua jenis, yakni pemilu eksekutif, pemilu legislatif, serta pemilihan kepala daerah. Adapun tahapan penyelenggaraan Pemilu, meliputi perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan Penyelenggaraan Pemilu; pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu; penetapan peserta pemilu; penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; pencalonan kandidat; masa kampanye pemilu; masa tenang; pemungutan suara; penetapan hasil pemilu; hingga pengucapan sumpah jabatan.

Secara normatif, dalam pasal 22E ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa pemilu yang baik adalah pemilu yang mengimplementasikan asas luberjurdil dan bersifat demokratis, berintegritas, berkeadilan, dan menjunjung profesionalisme. Dalam mewujudkan pemilu yang berkualitas, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi, seperti adanya kepastian dan penegakan hukum, lembaga penyelenggara yang kompeten, partisipasi aktif masyarakat, ketersediaan data yang akurat dan terbarukan, prinsip imparsial dan transparan, menjunjung hak konstitusional warga negara, dan sebagainya. Penyelenggara, peserta pemilu, dan konstituen yang memiliki prinsip, kredibilitas, tanggung jawab, integritas, dan akuntabilitas akan semakin menunjang keberhasilan penyelenggaraan Pemilu.

Tata kelola pemilu di Indonesia senantiasa mengalami perbaikan setiap periodenya. Banyak aspek dalam tata kelola pemilu yang telah mengalami peningkatan, seperti metode perhitungan, penerapan nilai, prinsip, dan asas yang dibarengi dengan norma yang berlaku di masyarakat, kelembagaan penyelenggara pemilu, dan sebagainya. Namun, perlu diketahui bahwa beberapa aspek masih perlu ditingkatkan, seperti electoral justice dan administrasi pemilu. Permasalahan terkait Daftar Pemilih Tetap masih menjadi sorotan dalam setiap penyelenggaraan pemilihan umum maupun kepala daerah karena berkaitan dengan keadilan pemilu. Permasalahan ini bahkan dapat mengarah kepada keputusan pengambilan suara ulang, sekaligus menandakan bahwa penyelenggaraan pemilu di wilayah tersebut mengalami kegagalan.

Data pemilih merupakan salah satu dari beberapa tahapan keberlangsungan pemilu. Oleh karena itu, kemutakhiran data sangat menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemilu. Namun, persoalan data masih menjadi hambatan yang tak kunjung terselesaikan, terutama dalam Pilkada 2020 yang diselenggarakan di tengah pandemi Covid-19. Terdapat beberapa permasalahan terkait data, yakni sumber data yang tidak akurat, proses sinkronisasi yang belum optimal, ketersediaan data yang terbatas, keterbaruan data yang lambat, dan sebagainya. Hal ini mengarah kepada kasus data ganda, pemilih yang belum terdata, proses coklit yang lama, bahkan sengketa perolehan suara.

Persoalan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, beberapa diantaranya adalah kaburnya batasan kewenangan lembaga penyelenggara pemilu, serta diterapkannya sistem pendaftaran pemilih yang masih sangat manual dan terbatas sumber. Saat ini, sistem yang digunakan adalah sistem continous list, dimana pemutakhiran data pemilih diambil berdasarkan data sebelumnya dan terus diperbarui secara berkelanjutan. Meskipun sistem ini dianggap yang paling progresif dibanding sebelumnya, sistem ini masih memiliki kelemahan, yakni harus melakukan pencocokan dan penelitian secara door to door, yang sudah jelas memakan waktu yang tidak sedikit.

Dukcapil sebagai mitra utama KPU pun masih membatasi akses KPU terhadap data masyarakat, sehingga semakin mempersulit proses pendataan. Regulasi yang terlalu rigid, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 201 ayat (8) menekankan bahwa pemerintah memberikan data kependudukan yang dikonsolidasikan setiap enam bulan kepada KPU sebagai bahan tambahan dalam pemutakhiran data pemilih, mengakibatkan sumber data yang dimiliki KPU masih belum jelas karena pembaruan data pemilih seharusnya dilakukan setiap bulan.

Persoalan terkait pemutakhiran daftar pemilih dapat menjadi faktor penghambat untuk mencapai penyelenggaraan pemilu yang baik. Sebagai contoh, kasus pemungutan suara ulang pada tujuh kecamatan terkait sengketa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Selatan tahun 2020. PSU dilakukan berdasarkan keputusan MK, sehingga harus dilaksanakan dalam waktu 60 hari kerja sejak diputuskan padahal angka pasien positif covid-19 sedang tinggi-tingginya. Dalam putusannya, hakim MK membatalkan surat keputusan KPU Kalsel Nomor 134/PL.02.6-kpt/63/priv/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilgub Kalsel Tahun 2020 pada tanggal 18 Desember 2020, yang menetapkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 01, Sahbirin Noor dan Muhidin yang lebih unggul sebanyak 8.127 suara dari pasangan nomor urut 02, Denny Indrayana dan Difriadi Derajat.

MK pun mengabulkan sebagian dalil dari yang dimohonkan pemohon, yakni pasangan nomor urut 02, Denny Indrayana dan Difriadi Derajat. Di antaranya, dalil terkait kehadiran pemilih sejumlah seratus persen di 24 TPS di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin; dugaan pembukaan kotak suara oleh PPK di Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin; dan indikasi penggelembungan suara di Kabupaten Banjar. Pun terdapat dalil yang tidak diterima berdasarkan hukum, seperti penyalahgunaan tandon air COVID-19 untuk kampanye, penyalahgunaan tagline "Bergerak" pada program-program Pemerintah Kalsel yang kemudian menjadi tagline kampanye pihak terkait, penyalahgunaan bantuan sosial COVID-19 untuk kampanye, serta adanya politik uang yang dilakukan dengan strategi tandem bersama pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Banjar.

Untuk itu, MK memutuskan digelarnya pemungutan suara ulang karena pihak pemohon dianggap telah memenuhi syarat yang dimuat dalam regulasi sebelumnya. Jumlah tempat pemungutan suara yang akan melaksanakan pemungutan suara ulang sebanyak 827 TPS dari total 9.060 TPS. Seluruh TPS di Kecamatan Banjarmasin Selatan (Kota Banjarmasin) sebanyak 301 TPS, Kecamatan Sambung Makmur sebanyak 27 TPS, Kecamatan Aluh-Aluh sebanyak 63 TPS, Kecamatan Martapura sebanyak 265 TPS, Kecamatan Mataraman sebanyak 62 TPS, dan Kecamatan Astambul (Kabupaten Banjar) sebanyak 85 TPS dan di 24 TPS di Kecamatan Binuang (Kabupaten Tapin).

Untuk mengatasi kendala yang telah disebutkan, sebaiknya pihak dukcapil dapat memberikan akses data beserta pembaruannya secara berkala untuk mempercepat proses pendataan. Selain itu, KPU dapat memanfaatkan teknologi dengan sistem satu data yang ada untuk menghindari adanya data ganda, sekaligus menghindari kontak fisik terutama di tengah pandemi Covid-19. Coklit dengan paper based system tentu menjadi hambatan karena tidak semua rumah dilakukan pendataan, bisa jadi ada data yang terlewat dikarenakan rumah yang tidak selalu berpenghuni. Lembaga penyelenggara pemilu, bersama pihak terkait, seperti BPS, Dukcapil, dan Kemendagri dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk membangun kesadaran atas hak konstitusionalnya, sehingga dapat mendaftarkan dirinya secara mandiri. Terakhir, adalah perubahan regulasi dan SOP untuk memudahkan KPU memperoleh sumber data yang terbarukan.

Selama pandemi, informasi terkait Pilkada memang rawan terdistorsi karena banyak pihak yang menganggap jika selama pandemi, jumlah pemilih akan dibatasi sehingga mereka tidak perlu menggunakan hak suaranya. Pada akhirnya, banyak pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya hingga kemudian disalahgunakan oleh oknum dan memicu kecurangan yang mengarah kepada PSU. Perlu adanya pengawasan ketat, pencermatan atas dokumen/data masyarakat, serta pemeriksaan akurasi untuk meminimalisir kecurangan. Penyelenggaraan pemungutan suara ulang sejatinya mengandung dua konsekuensi sekaligus. Di satu sisi, PSU merupakan mekanisme prosedural yang dijamin konstitusionalitasnya oleh Undang-Undang, meski tidak mampu memuaskan semua pihak, hasil akhir PSU cenderung diterima dengan baik oleh pihak terkait. Mengingat PSU dilaksanakan di tengah pandemi, ditambah dengan adanya kekosongan jabatan, mengakibatkan tingkat kesulitan pengambilan keputusan strategis bertambah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun