Wisuda sekolah kembali memicu perdebatan di media sosial. Hal ini muncul usai Pemerintah Jawa Barat (Jabar) melarang wisuda di semua sekolah.Â
Banyak siswa yang menyampaikan kesedihannya atas kebijakan tersebut. Mereka menganggap larangan wisuda telah merenggut cara membuat kenangan bersama teman.
Ada pula yang berpendapat bahwa acara tersebut memang seharusnya dihapuskan karena telah membebani orang tua yang tidak mampu.Â
Mau diadakan untuk menciptakan kenangan atau sekadar nuruti gengsi?
"Wisuda" pasti memerlukan biaya yang mahal, mulai dari sewa gedung sampai kebutuhan pribadi. Sementara itu, tidak semua keluarga mampu membiayainya, masih banyak hal yang menjadi prioritas utama.
Kemudian, istilah wisuda sekolah saja sudah aneh. Acara tersebut merupakan upacara pelantikan sebuah gelar yang dilakukan secara sakral, bukan sekadar berlomba-lomba memakai busana mewah dan riasan paling cantik.Â
Sebagian besar mahasiswa merasa bahwa untuk sampai di upacara itu memerlukan perjuangan yang tidak mudah serta terdapat gelar yang disematkan.Â
Sementara lulusan SD, SMP, dan SMA tidak menggunakan gelar. Berdasarkan definisi saja sudah salah.Â
Kalau pun ada keinginan untuk mengadakan acara atau membuat kenangan saat lulus, bisa dibuat secara sederhana di sekolah dengan menggunakan istilah perpisahan atau pelepasan atau purnawiyata.Â
Menurut KBBI, purnawiyata adalah perayaan kelulusan atau perpisahan untuk melepas siswa yang telah menyelesaikan masa belajarnya. Istilah tersebut lebih tepat digunakan untuk sekolah-sekolah.
Sederhana yang dimaksud untuk sekadar mengurangi beban orang tua. Dananya bisa disimpan untuk kebutuhan kuliah alias nggak usah nuruti gengsi.
Ditambah, menciptakan kenangan tidak harus selalu mewah dan besar-besaran. Tanpa disadari, memori tercipta selama sekolah. Setiap hari belajar bersama, bermain, dan makan di kantin.Â
Acara kecil, seperti 17-an, Hari Kartini, HUT sekolah, dan lain-lain juga menjadi kenangan yang tak terlupakan. Saya ceritakan pengalaman angkatan 2020 yang tidak bisa melaksanakan perpisahan atau purnawiyata karena pandemi Covid-19.
Kami tahu rasanya tidak bisa membuat kenangan di akhir, namun kami lebih memilih mencari solusi daripada harus bersedih dan marah-marah.Â
Toh, larangan saat itu untuk mencegah penyebaran penyakit, lalu larangan saat ini dilakukan untuk mencegah pungli dan mengurangi beban orang tua.Â
Penyerahan ijazah SMA pada tahun 2020 dilakukan drive thru atau sekadar di kelas dengan jumlah yang dibatasi. Untuk mengurangi rasa sedih, kelas saya janjian dresscode.Â
Saat itu, kami memilih menggunakan kain batik sebagai bawahan dan atasan berwarna hitam, sedangkan laki-laki menggunakan kemeja batik.Â
Kami berfoto dengan tidak lupa mematuhi protokol kesehatan. Suasana yang berkesan, padahal dibatasi dengan protokol.Â
Berbeda dengan masa pandemi, saat ini tidak ada batasan yang mengganggu untuk mengadakan perpisahan di sekolah. Buatlah acara yang seru bersama satu angkatan.Â
Sebelum Covid-19 melanda, angkatan saya juga sempat membuat acara di lapangan dengan bernyanyi bersama menggunakan flare asap yang berwarna.Â
Hal itu lebih terkenang daripada sekadar menggunakan kebaya, sewa MUA, bahkan sewa gedung yang hanya dihabiskan untuk sehari. Percayalah Anda akan merasakan betapa sakralnya "wisuda" saat kuliah. Anda akan mengetahui perjuangan mereka untuk sebuah gelar.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI