Selain CapCut, aku juga menjadikan lomba menulis sebagai jalan untuk menambah pemasukan. Lomba bukan hanya tempat kompetisi, tetapi juga wadah pengembangan diri. Aku mulai ikut berbagai lomba cerpen, opini, bahkan puisi. Beberapa aku menangkan, dan hadiahnya bisa berupa uang tunai, e-wallet, atau paket buku.
Pengalaman mengikuti lomba membuatku sadar bahwa kita bisa mencari uang sambil tetap berkembang. Menulis untuk lomba tidak hanya soal mengejar hadiah, tetapi juga latihan berpikir kritis, mengasah emosi, dan menyusun argumen dengan baik. Bahkan jika tidak menang, naskahnya masih bisa aku kembangkan menjadi artikel, konten, atau diikutkan lagi ke perlombaan lain. Dari sinilah aku belajar: setiap karya punya peluang cuan, selama tidak disia-siakan.Â
Menulis Artikel: Mengubah Cerita Jadi Uang
Kebiasaanku menulis artikel dan opini sejak SMA membantuku membuka pintu penghasilan baru. Aku mulai rutin menulis di platform seperti Kompasiana. Di sana, artikel yang menarik dan mendapat banyak pembaca bisa masuk ke halaman depan dan berpotensi mendapatkan insentif.
Aku menulis tentang pengalaman pribadi, opini soal pendidikan, sampai cerita ringan tentang mahasiswa. Ternyata, tulisan yang jujur dan relate justru banyak disukai. Tak hanya sekadar cuan, menulis artikel di platform terbuka juga mempertemukanku dengan pembaca baru, bahkan beberapa kali aku diajak kolaborasi menulis oleh komunitas. Menulis bukan lagi hanya untuk menumpahkan isi kepala, tapi juga sebagai bentuk kerja kreatif yang bisa dihargai secara finansial.
Dari Quotes, Caption, sampai Playlist: Cuan dari Hal Receh
Yang paling mengejutkanku adalah ketika hal-hal kecil seperti membuat caption, playlist Spotify, atau desain quotes ternyata bisa menghasilkan uang. Teman yang punya bisnis online kadang meminta bantuanku membuat caption promosi, dan membayarku per caption. Ada juga brand kecil yang pernah minta dimasukkan ke playlist yang kubuat, karena audiensnya cocok dengan target pasar mereka.
Kegiatan-kegiatan ini sering dianggap remeh, tapi justru menyenangkan dan fleksibel. Aku bisa mengerjakannya sambil istirahat dari kuliah atau saat malam sebelum tidur. Cuan yang didapat pun tidak besar, tetapi cukup untuk membeli pulsa, makan enak sekali seminggu, atau ditabung pelan-pelan. Yang lebih penting, aku merasa punya kendali atas keuanganku sendiri, meskipun masih berstatus mahasiswa.
Skill Desain dan Editing: Kreativitas yang Berbuah Cuan
Di tengah perkembangan dunia digital, kemampuan mengedit gambar dan video bukan lagi keterampilan eksklusif milik desainer profesional. Aku pun belajar secara mandiri dari Canva, CapCut, hingga VN tanpa latar belakang desain khusus. Awalnya hanya untuk keperluan organisasi atau tugas kampus, tapi perlahan, hasil kerja itu mulai diminati orang lain.
Beberapa teman mulai meminta bantuanku untuk mendesain poster kegiatan, sertifikat acara, hingga slide presentasi. Ada pula yang membutuhkan video untuk tugas mata kuliah, dokumentasi kegiatan, atau konten media sosial pribadi. Dari permintaan-permintaan kecil ini, aku mulai mengenal dunia freelance secara bertahap dengan tarif yang juga kian berkembang.