Mohon tunggu...
Auliya Ahda Wannura
Auliya Ahda Wannura Mohon Tunggu... Penulis

Seorang Penulis freelance dan solo traveler.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Masyarakat yang Merindukan Solidaritas di Tengah Fragmentasi

1 Oktober 2025   07:24 Diperbarui: 1 Oktober 2025   07:24 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : Ahda

Tak tergantikan, karena tanpa utopia, masyarakat kehilangan arah moral dan politik. Solidaritas yang dirindukan masyarakat hari ini bukan hanya soal berbagi harta, tetapi juga berbagi nasib. Solidaritas adalah keberanian untuk mengakui bahwa nasib orang lain terikat dengan nasib kita sendiri.

Fragmentasi membuat kita seolah hidup dalam dunia yang terpisah-pisah: ada kota megah dengan gedung pencakar langit, ada desa yang kesulitan listrik; ada keluarga yang berlibur ke luar negeri setiap bulan, ada keluarga yang bingung membayar biaya sekolah. Kontras ini bukan sekadar statistik, melainkan luka sosial yang merusak rasa kebersamaan. Tanpa upaya serius mengatasi jurang ini, solidaritas hanya akan tinggal dalam nostalgia.

Di titik inilah, penting untuk membaca kembali warisan pemikiran para pendahulu kita. Marx dengan kritiknya atas alienasi, Sjahrir dengan idealisme demokratisnya, Tan Malaka dengan seruannya pada rasionalitas kritis, Amir dengan pengorbanannya yang pahit, semuanya mengajarkan bahwa solidaritas adalah perjuangan panjang, bukan hadiah yang datang dari langit.

Masyarakat yang merindukan solidaritas di tengah fragmentasi sedang berteriak, meski dengan suara lirih: mereka ingin negara yang hadir bukan hanya sebagai birokrasi, tapi sebagai penjamin keadilan. Mereka ingin politik yang bukan sekadar perebutan kursi, tapi sebagai sarana memperkuat kebersamaan. Mereka ingin ekonomi yang bukan hanya angka pertumbuhan, tapi sebagai cara memastikan tak ada yang ditinggalkan.

Solidaritas bukan utopia yang mustahil, ia adalah kebutuhan yang mendesak. Tanpa solidaritas, bangsa apa pun akan pecah oleh fragmentasi. Dengan solidaritas, utopia yang membandel itu bisa menjadi inspirasi nyata. Pertanyaannya bukan lagi apakah kita membutuhkan solidaritas, melainkan apakah kita berani memperjuangkannya, meski dengan segala risiko.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun