Mohon tunggu...
Aulia Aziizah
Aulia Aziizah Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Likes to eat and travel.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Stainless Straw, Apakah Solusi Yang Tepat?

18 Januari 2020   22:11 Diperbarui: 19 Januari 2020   15:01 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampah plastik masih menjadi isu yang diperbincangkan secara masif di berbagai belahan bumi. Hal ini diakibatkan oleh tak terkendalinya jumlah sampah plastik yang sulit terurai dan seringkali berakhir di laut hingga merusak ekosistemnya. Namun, apakah stainless straw merupakan solusi yang tepat untuk mengurangi limbah sedotan plastik?

Belakangan ini Indonesia sedang ramai dan gencar-gencarnya mempromosikan gerakan anti sedotan plastik (no plastic straw). Seperti yang dikutip dari media republika, berdasarkan data dari Divers Clean Action memperkirakan pemakaian sedotan plastik di Indonesia mencapai 93.244.847 batang setiap harinya.

Juga seperti yang dikutip dari salah satu artikel Sarah Gibbens dengan judul "A Brief History of How Plastic Strawa Took Over The World" yang dimuat oleh National Geographic, limbah sedotan plastik menyumbang sebesar 0,25% dari 8.000 ton sampah plastik yang berakhir di lautan setiap tahunnya.

Seperti yang kita tahu, umumnya penguraian sampah plastik membutuhkan waktu yang sangat lama. Oleh karena itu, berawal dari keinginan menyelamatkan bumi lahirlah gerakan anti sedotan plastik yang menginisiasi munculnya inovasi produk sedotan reusable yang terbuat dari berbagai macam material, di antaranya stainless, kaca dan bambu.

Namun, benarkah jika stainless straw merupakan solusi yang tepat dalam mengurangi limbah plastik dan lebih ramah lingkungan daripada plastic straw?

Faktanya, stainless straw bukanlah solusi yang tepat untuk permasalahan limbah sedotan plastik di dunia maupun Indonesia. Stainless Straw terbuat dari campuran besi, karbon dan kromium yang dalam pembuatannya melibatkan penebangan pohon dan penggalian tanah serta memerlukan proses kimia seperti yang dikutip dari GenPi, di mana nantinya proses kimia tersebut menghasilkan limbah-limbah dari pabrik yang memproduksinya yang dapat menyebabkan pencemaran air, udara maupun tanah.

Sebuah riset yang berjudul "HSU Straw Analysis" menyebutkan bahwa, sedotan jenis stainless menempati posisi pertama penghasil energi paling banyak dalam pembuatannya sebesar (2420 kj), di posisi kedua diduduki oleh sedotan kaca (1074 kj), disusul oleh sedotan bambu (756 kj), sedotan plastik (23,7 kj) dan terakhir sedotan kertas yang menghasilkan energi paling sedikit atau rendah (16 kj).

Berdasarkan data-data yang telah dijabarkan di atas, kesimpulan yang dapat diambil menggunakan plastic straw maupun stainless straw atau produk-produk reusable straw lainnya pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Saran saya, ada baiknya apabila kita meminum langsung dari wadahnya tanpa harus menggunakan sedotan baik itu jenis stainless ataupun plastik untuk mengurangi dampak yang tidak diinginkan terhadap lingkungan ke depannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun