Di tengah derasnya arus digitalisasi, negeri kita berada di persimpangan penting antara metode lama dan tuntutan zaman. Kini, penerimaan negara tidak lagi hanya tentang setoran di loket atau formulir fisik. "Pajak di Ujung Jari" menggambarkan transformasi layanan fiskal yang memungkinkan warga negara dan pelaku usaha menyerahkan kewajiban pajak melalui sistem digital—cepat, nyaman, dan transparan. Namun, di balik kemudahan itu, tersimpan berbagai tantangan dan peluang besar bagi kemandirian fiskal bangsa.
Digitalisasi Penerimaan di Indonesia
Hingga akhir Maret 2025, penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital Indonesia telah mencapai Rp 34,91 triliun. Kontributor utama adalah PPN atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp 27,48 triliun, kemudian dari sektor kripto Rp 1,2 triliun, fintech peer-to-peer lending Rp 3,28 triliun, dan pengadaan pemerintah via SIPP Rp 2,94 triliun (MUC Consulting Group).
Selain itu, sejak Januari 2025 diberlakukan tarif PPN digital sebesar 12 %, untuk layanan digital lintas batas, yang efektif menggantikan struktur sebelumnya (ASEAN Briefing). Tahun 2020 juga menjadi tonggak awal pemungutan PPN atas layanan digital dari penyedia asing sebesar 11 % (ITIF).
Meski potensi digital luar biasa, rasio pajak terhadap PDB Indonesia stagnan di kisaran 10–12 % selama satu dekade terakhir—masih jauh di bawah kebutuhan pembiayaan pembangunan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur nasional (East Asia Forum).
Digitalisasi Fiskal di Negara Lain
Riset dari IMF menyatakan bahwa peningkatan digitalisasi pada perusahaan dapat menambah rasio penerimaan pajak terhadap PDB hingga 3 poin persentase, khususnya jika didukung oleh administrasi pajak yang maju (GovTech). Hal ini terutama membantu meningkatkan kepatuhan dari usaha kecil dan informal (IMF).
Menurut World Bank, sistem pemungutan pajak elektronik seperti e-filing dan e-payment terbukti memangkas biaya kepatuhan, mempercepat proses, dan menekan peluang korupsi. Kemudahan ini juga memperkuat pengawasan dan real-time compliance monitoring (World Bank).
Amerika Latin menjadi contoh yang menarik: e-invoicing yang wajib diberlakukan di Meksiko meningkatkan rasio pajak terhadap PDB dari 12,6 % menjadi 16,2 % dalam jangka waktu 2012–2017. Beberapa negara bahkan mengadopsi sistem transaction-based reporting—seperti Brasil, Chile, dan Meksiko—yang berhasil memangkas fraud secara signifikan.
Peluang dan Tantangan Menuju Pajak Digital