Pendahuluan :Â
UMKM merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, UMKM adalah usaha produktif milik perorangan atau badan usaha yang memenuhi kriteria tertentu dalam kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan. Data Kementerian Koperasi dan UKM (2023) menunjukkan bahwa UMKM menyumbang lebih dari 60% Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap 97% tenaga kerja, menjadikannya sektor penting bagi pemerataan kesejahteraan ekonomi.
Di tengah perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat, sektor kuliner tetap memiliki daya tarik tinggi karena dekat dengan kebutuhan pokok dan budaya konsumsi masyarakat Indonesia. Salah satu produk kuliner yang memiliki potensi besar adalah cilor,cilor ilor pertama kali muncul di Bandung sekitar tahun 2000-an sebagai inovasi dari cilok, makanan khas Sunda yang terbuat dari tepung tapioka. Bedanya, cilor dibentuk seperti sosis panjang, digoreng hingga renyah di luar dan lembut di dalam, lalu disiram saus kacang, sambal, dan taburan bon cabe. Bahan dasarnya murah meriah: tepung tapioka, tepung terigu, garam, dan bumbu sederhana. Harganya pun terjangkau, hanya Rp5.000--Rp10.000 per porsi, membuatnya jadi favorit anak muda dan pekerja kantoran yang mencari camilan cepat.
Profil Pelaku Usaha :Â
Pelaku usaha ini adalah seorang pria yang berusia 43 tahun tinggal di daerah kota Bogor. Beliau dikenal sebagai pedagang cilor yang setiap hari membuka lapak dilokasi tetap, tepatnya didepan SDN Bantarjati 5. Dengan gerobak yang beliau dorong dari rumah kontrakan menuju lokasi penjualan, usaha ini kini menjadi sumber penghasilan utama untuk mencukupi kebutuhan keluarga, termasuk biaya pendidikan anak-anaknya.
Awal Mula Usaha :Â
Usaha ini di mulai pada tahun 2014, usaha ini sudah berjalan 11 tahun lamanya, dengan modal awal sebesar 4 juta yang di gunakan untuk keperluan membeli grobak, alat alat memasak, dan bahan baku yang di gunakan untuk membuat cilor. Lokasi berjualan dipilih pada area strategis, yaitu dekat dengan sekolah. Sejak awal, beliau memutuskan untuk tidak berkeliling, tetapi beliau menetap pada disatu titik dengan membawa gerobaknya setiap hari dari pagi hingga sore. Strategi ini dipilih agar pelanggan mudah menemukan tempat jualannya dan bisa membangun loyalitas dari para pembeli tetap.
Lamanya Usaha Berlangsung :Â
Hingga tahun 2025, usaha Cilor ini sudah berjalan selama Sebelas tahun lamanya. Setiap hari, beliau mendorong dengan grobak nya yang khas berwarna ijo selalu menetap di depan SDN Bantarjati 5, beliau menjalani hubungan baik dengan pedagang lainyaa dan para pembeli seperti siswa dan orang tau siswa.
Kendali yang dihadapi:
Dalam menjalin usaha dengan sistem gerobak menetap, berbagai macam kendala tentu akan dialami yaitu pada saat cuaca yang tidak menentu. Contohnya seperti saat hujan deras, pelanggan akan berkurang drastis dikarenakan lokasi berjualan tersebut semi-terbuka, tenaga fisik yang setiap hari harus mendorong gerobak dari rumah ke lokasi yang cukup melelahkan serta harga bahan baku yang fluktuatif sehingga naik turunnya harga telu, minyak, dan tepung untuk membuat biaya produksi menjadi tidak stabil.