Mohon tunggu...
Aulia
Aulia Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Universitas Andalas

Menulis untuk kesenangan dan berbagi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Baliho Politik: Haruskah?

25 Januari 2024   10:00 Diperbarui: 25 Januari 2024   18:29 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pengantar

Wajah politikus, pada zaman modern ini, seperti papan reklame yang merajalela di berbagai tempat di Indonesia. Baliho-baliho memajang foto dan slogan para politikus seakan menjadi media utama promosi diri menjelang Pemilu 2024. Tetapi, pertanyaannya adalah, apakah baliho tersebut mencerminkan visi, misi, dan kinerja politikus, atau justru hanya upaya pencitraan yang jauh dari realitas? Artikel ini akan mengeksplorasi fenomena baliho politik yang melanda Indonesia, beserta dampak dan implikasinya terhadap demokrasi dan kesejahteraan rakyat.

Baliho politik bukanlah hal baru di Indonesia sejak era reformasi. Sejak saat itu, baliho politik menjadi salah satu alat para politikus untuk memperkenalkan diri dan mendapatkan dukungan masyarakat. Meski begitu, keberadaan baliho politik tidak selalu efektif dan efisien. Menurut beberapa pengamat politik, baliho politik memiliki sejumlah kelemahan, termasuk biaya yang mahal, dampak buruk terhadap lingkungan, potensi pelanggaran aturan, dan kurangnya kreativitas dan inovasi. Salah satu contohnya adalah maraknya baliho politik di tengah pandemi Covid-19 yang mengundang kritik dan kekecewaan dari masyarakat. Banyak yang berpendapat bahwa baliho politik tidak menawarkan solusi konkret untuk masalah yang dihadapi rakyat.

Baliho menciptakan kesan tidak peduli

Tidak hanya itu, baliho politik seringkali menciptakan kesan bahwa politikus hanya peduli pada citra diri, bukannya pada substansi. Pemilihan foto dan slogan yang menonjolkan sisi positif tanpa mempertimbangkan rekam jejak dan konsistensi politikus sering kali menjadi pemandangan umum. Bahkan, baliho yang seharusnya menjadi sarana menyampaikan visi dan misi politikus, terkadang hanya menciptakan gambaran yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Perlu ditekankan bahwa baliho politik yang seperti papan reklame atau billboard tidak memberikan kontribusi positif bagi demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Baliho semacam ini yang hanya menampilkan wajah dan slogan tanpa substansi dapat menyesatkan publik dan mengurangi kualitas pemilih. Masyarakat dapat terpengaruh oleh citra politikus tanpa memahami latar belakang, rekam jejak, dan visi-misi mereka secara mendalam, memunculkan apatis dan skeptisisme terhadap dunia politik.

Baliho politik di berbagai kota

Fakta mengecewakan tentang baliho politik di Indonesia semakin terungkap melalui beberapa pengalaman masyarakat dari berbagai kota di tanah air. Di Surabaya, misalnya, baliho-baliho politik yang menjamur di berbagai sudut kota telah merugikan estetika dan lingkungan. Masyarakat merasa bahwa pemasangan baliho ini melanggar aturan dan norma yang berlaku, tidak hanya mengotori pemandangan kota tetapi juga merugikan keselamatan pengguna jalan.

Di Bandung, biaya mahal untuk pemasangan baliho politik menjadi sorotan. Warga mempertanyakan alokasi anggaran yang seharusnya dapat dialokasikan untuk kebutuhan lebih mendesak, terutama di tengah kondisi ekonomi sulit akibat pandemi. Dengan biaya yang mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah, masyarakat berharap bahwa dana tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki infrastruktur, mendukung pendidikan, atau memperkuat sektor kesehatan.

Dari Makassar, terdengar suara protes terhadap dampak visual dan lingkungan baliho politik. Masyarakat setempat mengeluhkan bahwa baliho-baliho tersebut tidak hanya merusak estetika kota, tetapi juga menciptakan polusi visual yang mengganggu. Tidak hanya itu, penggunaan bahan yang sulit terurai menyebabkan dampak lingkungan yang merugikan.

Di Yogyakarta, masyarakat menyoroti kurangnya kreativitas dan inovasi dalam pemasangan baliho politik. Rasa bosan dan tidak tertarik muncul karena baliho yang kurang berinovasi, hanya mengandalkan foto dan slogan klise. Warga berpendapat bahwa politikus seharusnya memanfaatkan media sosial atau strategi digital untuk mencapai audiens, terutama generasi muda.

Dari Balikpapan, timbul kekecewaan terhadap minimnya dialog dan diskusi yang dihasilkan oleh baliho politik. Masyarakat merasa bahwa baliho yang bersifat satu arah dan monolog tidak memberikan ruang bagi mereka untuk menyampaikan pendapat, kritik, atau saran kepada politikus. Dengan demikian, iklim demokrasi yang seharusnya dinamis dan partisipatif menjadi terhambat.

Perlu Perubahan paradigma

Terlepas dari berbagai pengalaman masyarakat, fakta mengecewakan tentang baliho politik seharusnya menjadi titik tolak untuk perubahan paradigma dalam politik kampanye. Biaya besar, dampak lingkungan, pelanggaran aturan, dan kurangnya inovasi harus dihadapi sebagai tantangan bersama. Politikus perlu menggali strategi kampanye yang lebih efektif dan bertanggung jawab, serta lebih terbuka terhadap partisipasi dan aspirasi masyarakat.

Fakta mengecewakan dari Baliho Politik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun