Mohon tunggu...
Aula RahmaNuraini
Aula RahmaNuraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Profesi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Seseorang yang tertarik dengan psikologi dan perempuan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filsafat Pendidikan, Kesadaran Kritis sebagai Pembebasan

25 Januari 2022   00:40 Diperbarui: 25 Januari 2022   00:53 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berangkat dari pengalaman hidupnya Paulo Freire merumuskan dan mengembangkan konsep kesadaran kritis melalui dunia pendidikan. Konsep ini bertujuan untuk memberikan penyadaran pada orang -- orang tentang keadaan yang sebenarnya dan memahami bagaimna cara menyikapi kondisi tersebut. Dalam artian tujuan konsep ini adalah untuk pembebasan dari penindasan yang membelenggu seseorang. 

Hal pertama yang dilakukan pendidik adalah menaydarkan peserta didik agar memahami kenyataan sebagai suatu kesatuan yang utuh. Membuat peserta didik memiiki kesadaran merupan poin penting mengingat kesadaran menjadi ciri khas yang membedarakan menusia dengan makhluk lain dan dengan kesadaran manusia melakukan tindakan tanpa paksaan tapi atas keinginannya sendiri (Freire, 2007).

Paulo Freire membagi kesadaran menjadi 3 tingkatan yaitu kesadaran magis, kesadaran naif, dan kesadaran kritis (O'neil, 2001). Kesadaran magis tingkat kesadaran dimana seseorang tidak mampu melihat hubungan antar satu faktor dengan faktor lainnya. Seseorang dengan kesadaran magis memiliki cici pasrah pada kenyataan mereduksi masa depan sbagai suatu keadaan yang pasti dan tidak bisa diubah. Biasanya seseorang pada tingkat ini masih terperangkap dalam mitos inferioritas alamia sehingga dalam mengatasi masalah akan cenderung menggunakan cara -- cara mistik. Selain itu mereka juga cenderung menghindari masalah dengan meletakkan masalah pada waktu dan tempat yang lain.

Tingkat kesadaran kedua adalah kesadaran naif. Kesadaran naif hasil perubahan dari kesadaran magis yang mana seseorang mulai menyesuaikan fakta kehidupan tak terelakkan kearah pembaruan dari penyelewenangan individu ke dalam sistem dasr yang keras. Mereka menganggap jika dapat memperbarui perilaku maka sistem ada berjalan dengan baik dalam artian mereka mnganggap diri mereka sebagai sumber masalah  yang terjadi bukan pada sistem yang berjalan (Smith, 2008).

Hal tersebut terjadi karena mereka menganggap sistem sebagai sesuatu yang ideal dan menyediakan norma aturan yang menata berputarnya roda sistem. Sehingga ketika orang-orang telah memiliki persepsi teperti itu, maka jalan yang mereka ambil adalah melebur dengan para penindas, bekerjasama, menjelma menjadi penindas baru dan secara tidak langsung melanggengkan ideology & kayakinan kaum penindas.

Disisi lain mereka menganggap etika, kreatifitas dan need for achevement sebagai penentu perubahan sosial. Mereka mengalisis kondisi tertindas yang mereka alami disebabkan oleh kesalah mereka sendiri karenanya mereka seringkali juga akan saling menyalahkan sesama kaum tertindas. Pendidikan berfokus pada pengembangan diri individu agar dapat masuk dan beradaptasi dengan sistem dan kondisi yang ada karena memang tidak terfokus pada kesalahan sistem (Yunus, 2005).

Tingkat terakhir berupa kesadaran kritis.Orang tertindas menyadari mereka tidak bisa menyerupai mpenindas sehingga mereka memilih untuk menjadi manusia yang unik dan jujur pada kebiasaan dan tradisi mereka sendiri. Dan secara bertahap mereka merasa sebagai subjek dibandingkan objek. Mereka menyadari penindasan tidak hanya terjadi pada satu waktu namun terpelihara dalam waktu yang lama, menimpa banyak orang dan diperparah dengan aturan yang harus dipatuhi setiap orang (Freire, 2008). Pandangan kaum tertindas terhadap kaum penindas dan kelompok mereka sendiri menjadi lebih realistis dan dapat secara jelas mendefinisikan kontradiksi tindakan dengan tujuan pembebasan (Smith, 2008).

Tindakan kaum tertindas juga sudah mengarah pada aktualisasi diri dan proses mengubah sistem yang ada. Aktualisasi yang dikembangkan berupa kemampuan melakukan refleksi independen terhadap kondisi mereka, mengembangkan keberanian untuk menolak penindasan dan mengambil resiko dalam melakukan perubahan atas sistem yang salah. Seseorang lambat laun mengembangkan karakter bebas dan mendirikan sebuah sistem yang lebih baik dan adil dari pada sistem yang ada sebelumnya.

Atas permasalahan yang ada Paulo Freire menawarkan pendidikan hadap masalah sebagai solusi untuk mengatasi dan meningkatkan kesadaran kritis di masyarakat. Gagasannya berasal dari padangan terhadap manusia sebagai makhluk yang unik dan berbeda didunia yag selalu memproses keberadaannya sehingga tidak bisa memisahkan diri dari realitas dunia. Sehingga manusia merupakan subjek aktif dalam hidupnya yang harus menggeluti dunia dan realitas dengan penuh sikap kritis dan daya cipta (Freire, 2008).

Pendidikan tersebut kemudian oleh Freire disebut dengan "pendidikan hadap masalah" dan kontradiktif dengan pendidikan gaya bank yang menempatkan individu sebagai objek yang hanya menimbun dan memperoleh ilmu pengetahuan saja. Pendidikan ini memiliki konsep menghadapkan manusia pada masalah-masalah kemanusiaan dalam hubungannya dengan dunia (Freire, 2008). Sehingga individu mampu menyadari diri sendiri dan realitas sekitarnya serta manusia mampu mengembangkan kemampuan untuk dapat bergerak dalam perubahan dunia.

Sumber :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun