Sejarah Indonesia di era awal kemerdekaan tidak hanya dihiasi oleh perjuangan fisik melawan penjajahan, tetapi juga oleh pergulatan politik dan ideologis dalam membangun dasar negara. Salah satu polemik besar yang mencuat adalah perdebatan dan perubahan konstitusi. Indonesia mengalami transisi konstitusi dari UUD 1945 ke UUD Sementara 1950 (UUDS 1950), lalu kembali lagi ke UUD 1945. Dinamika ini merefleksikan kondisi politik yang belum stabil, tarik-menarik kepentingan ideologis, serta pencarian bentuk pemerintahan yang dianggap paling cocok bagi negara yang baru merdeka.Â
Latar Belakang Lahirnya UUD 1945
Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat dilepaskan dari situasi darurat dan tekanan geopolitik di masa-masa menjelang proklamasi kemerdekaan. Pada pertengahan tahun 1945, Jepang yang saat itu menjajah Indonesia tengah berada di ambang kekalahan dalam Perang Dunia II. Dalam upaya mengambil hati rakyat Indonesia dan menjaga stabilitas di wilayah jajahannya, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada bulan Maret 1945.
BPUPKI mulai bersidang pada Mei dan Juli 1945. Dalam sidang tersebut, dibahas berbagai hal penting tentang bentuk negara, dasar negara, dan rancangan konstitusi. Salah satu hasil terpentingnya adalah lahirnya konsep dasar negara Pancasila yang disampaikan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945. Selain itu, dibentuk pula Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Soepomo, seorang ahli hukum tata negara. Ia merancang UUD dengan pendekatan integralistik, yaitu negara sebagai satu kesatuan yang kuat dan menekankan pentingnya harmoni antara individu dan negara.
Pada 7 Agustus 1945, Jepang menggantikan BPUPKI dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang kemudian bertugas menyempurnakan dan mengesahkan konstitusi. PPKI bersidang sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada 18 Agustus 1945, dan langsung mengesahkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia yang merdeka.
UUD 1945 disusun dalam waktu yang sangat singkat, sehingga bersifat ringkas dan berskala kerangka dasar (hanya terdiri dari 37 pasal). Namun di dalamnya terdapat fondasi penting negara, seperti:
Pembukaan UUD, yang memuat nilai-nilai dasar dan cita-cita kemerdekaan.
Batang Tubuh, yang mengatur sistem ketatanegaraan dan pembagian kekuasaan.
Penjelasan, yang menjelaskan semangat dan maksud perumusan pasal-pasal.
Salah satu ciri penting UUD 1945 adalah kekuasaan eksekutif yang dominan, terutama pada posisi Presiden. Hal ini dirancang untuk menghadapi situasi revolusioner yang belum stabil, di mana dibutuhkan sistem pemerintahan yang kuat dan sentralistik.
Namun, karena dibuat dalam suasana darurat dan tanpa proses demokratis yang matang, UUD 1945 kemudian menuai banyak kritik. Terutama karena belum cukup mengatur pembatasan kekuasaan eksekutif secara ketat, dan dianggap terlalu membuka peluang bagi munculnya otoritarianisme.