Tong Tong Fair sebagai Representasi Identitas Indo di Belanda
Tong Tong Fair bukan sekadar festival budaya tahunan, tetapi telah menjadi ruang simbolik bagi komunitas Indo-Eurasia di Belanda untuk mengekspresikan dan menegosiasikan identitas mereka. Dalam konteks pascakolonial, identitas Indo tidak bersifat tunggal atau tetap, melainkan cair dan terus dibentuk ulang melalui praktik budaya, seperti kuliner, musik, pakaian tradisional (seperti kebaya), serta narasi sejarah dalam diskusi publik. Pada periode 2020–2024, tema-tema seperti “akar budaya”, “nostalgia Hindia”, dan “kebanggaan multikultural” muncul dalam berbagai bentuk representasi di festival.
Di tengah masyarakat Belanda yang semakin multikultural, Tong Tong Fair berperan sebagai tempat bertemunya generasi-generasi Indo dari berbagai latar belakang. Identitas yang ditampilkan tidak monolitik, tetapi bersifat hibrid dan dinamis, mencerminkan memori kolonial, migrasi, dan pengalaman diaspora kontemporer. Dalam setiap edisinya, festival ini memperlihatkan ekspresi budaya yang unik: mulai dari makanan seperti rijsttafel dan spekkoek, musik Indorock dan kroncong, hingga pertunjukan tari tradisional dan forum diskusi tentang warisan campuran.
Generasi kedua dan ketiga Indo mulai mengambil peran lebih besar dalam kurasi dan pelaksanaan acara, menunjukkan pergeseran dari sekadar pelestarian menuju reinterpretasi identitas. Festival ini juga memperlihatkan bagaimana identitas Indo tidak hanya dipertahankan, tetapi juga dipertontonkan sebagai aset budaya yang unik di tengah masyarakat Belanda yang multikultural.
Partisipasi aktif dari generasi kedua dan ketiga Indo pada periode ini juga menjadi tanda bahwa identitas Indo tidak sedang menghilang, melainkan mengalami transformasi. Anak-anak muda Indo mulai terlibat dalam kurasi program, menciptakan ruang diskusi seputar mixed-race heritage, serta menghadirkan inovasi kultural seperti desain busana kebaya modern dan musik elektronik dengan sentuhan gamelan atau Indorock. Dengan cara ini, festival tidak sekadar mengenang masa lalu, tetapi juga menjadi laboratorium kultural di mana identitas Indo dibentuk ulang secara kreatif.
Dampak Pandemi terhadap Dinamika Festival
Pandemi COVID-19 membawa dampak signifikan terhadap keberlangsungan dan dinamika penyelenggaraan Tong Tong Fair pada periode 2020 hingga 2024. Sebagai festival budaya diaspora tertua dan terbesar di Belanda, Tong Tong Fair selama puluhan tahun menjadi ruang penting bagi komunitas Indo-Eurasia untuk bertemu, menampilkan identitas budayanya, dan memperkuat koneksi lintas generasi. Namun, pandemi memaksa realitas ini berubah secara drastis.
Tahun 2020 dan 2021 menjadi titik balik yang tidak terduga. Untuk pertama kalinya sejak berdiri pada tahun 1959, festival dibatalkan sepenuhnya dalam bentuk fisik. Pembatalan ini bukan hanya berdampak pada agenda budaya tahunan, tetapi juga memengaruhi tatanan sosial dan ekonomi komunitas Indo di Belanda. Banyak pelaku usaha kecil—terutama di bidang kuliner, kerajinan, dan pertunjukan seni—kehilangan panggung utama mereka untuk berjualan dan menampilkan karya, sehingga mengalami penurunan pendapatan yang signifikan. Tidak sedikit di antaranya yang menggantungkan sebagian besar penghasilan tahunan mereka pada festival ini.
Meskipun demikian, pandemi juga memicu inovasi. Penyelenggara Tong Tong Fair berusaha menjaga keberlanjutan dan relevansi festival dengan mengalihkan sebagian program ke format digital. Digelar secara daring, berbagai acara seperti diskusi sejarah kolonial, demo memasak, konser musik kroncong, dan tur virtual bazar tetap dihadirkan untuk publik. Meski kehilangan unsur kedekatan fisik, pendekatan ini justru membuka akses bagi diaspora Indonesia di negara-negara lain yang sebelumnya tidak dapat hadir secara langsung di Den Haag. Dengan demikian, Tong Tong Fair untuk pertama kalinya benar-benar menjadi festival diaspora berskala global dalam makna digital.
Namun, adaptasi digital ini juga memiliki keterbatasan. Festival Tong Tong Fair selama ini bukan sekadar tontonan budaya, tetapi sebuah pengalaman interaktif: mencicipi makanan, berdansa bersama, menyentuh produk lokal, dan bertemu keluarga atau teman komunitas yang jarang ditemui di luar festival. Nuansa emosional dan sosial ini tidak sepenuhnya dapat digantikan oleh layar komputer. Oleh karena itu, ketika festival kembali digelar secara fisik pada 2022 dan 2023, sambutan masyarakat sangat antusias, meskipun masih dalam skala terbatas karena pembatasan kesehatan.
Ironisnya, tekanan finansial yang menumpuk selama pandemi memperparah situasi organisasi festival. Beban biaya operasional, kehilangan sponsor tetap, dan ketidakpastian ekonomi membuat Tong Tong Holding B.V., badan hukum penyelenggara festival, mengumumkan kebangkrutan pada Mei 2024. Pembatalan edisi ke-64 yang dijadwalkan tahun itu bukan hanya menjadi pukulan besar bagi komunitas diaspora, tetapi juga menandai kekhawatiran akan hilangnya ruang publik utama yang selama ini menjadi titik temu sejarah, budaya, dan identitas Indo di Belanda.