Mohon tunggu...
Auda Zaschkya
Auda Zaschkya Mohon Tunggu... Penulis - Perempuan. Pernah jadi wartawati.

Realita adalah Inspirasiku Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dia Perempuanku, Namun Bukan Milikku

7 September 2012   00:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:49 1394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1346947848819550848

[caption id="attachment_210874" align="alignleft" width="376" caption="image from http://www.langitberita.com"][/caption]

Rasa sakit itu mungkin masih berbekas di hatiku. Namun, ini bukan salahnya. Ini salahku, belum bisa mewujudkan harapan kami untuk hidup bersama. Dia akan selalu mendapat tempat istimewa di hatiku walaupun nanti aku telah menemukan perempuan lain yang menjadi ibu bagi anak-anakku. Namun, aku harus menyelesaikan kuliahku yang tak kunjung selesai ini.

***

Orang tuaku memberiku nama Reza. Aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang juga bekerja sebagai penyiar di salah satu radio swasta di kotaku. Sebelum menjadi penyiar radio, aku adalah seorang presenter sebuah acara musik maupun talkshow pada televisi lokal, di kotaku juga tentunya. Saat masih di dunia pertelevisian, hari-hariku dipadati dengan pekerjaan di dunia broadcasting itu yang sedikit banyak menyita waktuku. Karena kesibukanku, kuliahku terlambat selesainya, padahal aku bukanlah mahasiswa bodoh. Nilai-nilaiku di kampus, rata-rata bagus.

Seharusnya dibelakang namaku sudah ada gelar sarjana hukum. Ya.. seharusnya namaku Reza Fahlevi, S.H sekarang. Atau aku dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang s2. Namun, keinginan itu belum terwujud sampai kini, sampai saat dia menikah dengan pria lain.

***

Namanya Rina Wahyuni. Ia adalah seorang perempuan pendiam dan penurut. Itu terbukti ketika aku melihatnya di sekolah semasa kami SMA dulu. Aku mengagumi semangatnya dalam mengikuti MOS di awal masuk sekolah dulu. Semakin sering aku memperhatikannya hingga timbullah rasa suka di hatiku. Aku tak yakin akan perasaan ini. Ah,, mungkin ini yang dikatakan cinta monyet. Kubiarkan rasa itu berjalan seiring kedekatanku dengannya, hingga suatu hari aku memantapkan hatiku untuk menyatakan perasaanku padanya.

Sekitar pukul 4 sore setelah menunaikan shalat ashar, aku datang ke rumahnya untuk meminjam buku. Aku tahu, alasanku meminjam buku itu adalah alasan klise yang terlalu dibuat-buat. Aku bingung, bagaimana harus kuutarakan perasaanku padanya. Ya.. dengan alasan meminjam buku itu, semoga saja keberanianku muncul.

Setelah ia memberikan buku yang ingin kupinjam, aku bangun dari dudukku dan tanpa banyak berkata lagi langsung kuraih jemarinya, “Na, aku mau ngomong nih, penting.”

Ia tampak terkejut mendengar suaraku yang tiba-tiba menjadi berat, bahkan intonasinya cenderung serius. Sambil berusaha tersenyum dan melepaskan jemarinya dariku, ia berkata, “silahkan Za, tapi ‘gak pake pegang-pegang tanganku juga dong, kayak di sinetron aja. Hahahaha.. eh, emang kamu mau bicara apa Za?”

“Wajahku seperti kepiting rebus nih,” yakinku dalam hati akibat malu. Terlebih aku masih dilanda kegugupan, namun aku memberanikan diri dan akhirnya berkata,“aku cinta kamu”. Seperti kebanyakan perempuan lainnya, Rina pun terkejut dan terdiam. Segera saja ia meletakkan bokongnya di kursi taman itu. Aku menyadari, mungkin Rina berharap sesuatu yang romantis diaksi nembak ini, namun dasar aku yang tak tahu bagaimana cara beromantis ria, jadi Cuma tiga kata itu yang mampu kuutarakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun