Media sosial adalah tempat di mana seseorang melakukan interaksi atau kegiatan sosial melalui platform digital yang diakses menggunakan internet. Sejak hadirnya media sosial, manusia berinteraksi satu sama lain tidak hanya secara langsung, namun dapat berinteraksi melalui platform digital. Hal ini dapat memudahkan manusia dalam berkomunikasi atau berinteraksi satu sama lain walaupun dengan jarak jauh. Media sosial dapat diakses dari berbagai kalangan usia khususnya usia remaja.
Pada zaman sekarang ini, remaja dihidangkan dengan penggunaan media sosial yang tidak ada batasan. Sejatinya, usia remaja adalah usia di mana seseorang mengalami perubahan baik dari segi biologis, psikologis maupun sosial. Seseorang  yang memasuki fase usia remaja, maka akan mengalami beberapa hal untuk mencari jati dirinya seperti perubahan sikap, peningkatan emosional dan rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, bagaimana jika seorang remaja hidup berdampingan dengan media sosial?
Hadirnya media sosial di kalangan remaja, tidak segan-segan memberikan ruang tersendiri dalam kehidupannya. Remaja menjadikan media sosial sebagai tempat mengekspresikan diri mereka. Aktivitas yang dilakukan remaja di dalam media sosial salah satunya adalah mengupload kehidupan mereka. Para remaja membagikan momen, memberikan citra positif, menjalin komunikasi bahkan mengungkapkan permasalahan yang dialami dalam kehidupannya kepada publik. Hal ini merupakan cara mereka dalam menunjukkan identitas dirinya.
Media sosial memberikan tontonan maupun informasi yang beragam, baik tontonan yang positif maupun tontonan yang negatif. Penggunaan media sosial yang tidak terkontrol dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental remaja seperti meningkatnya resiko depresi dan kecemasan. Media sosial juga menjadi tempat untuk bersaing karena setiap penggunanya akan mengirimkan kehidupannya melalui foto maupun video hingga banyak orang yang melihat dan menyebabkan rasa iri (Agus dkk., 2023). Berbagai kehidupan masyarakat yang ditampilkan di dalam media sosial dapat menimbulkan perbandingan sosial sehingga dapat menjadikan seorang remaja merasa insecure atau kurang percaya diri. Beragam informasi yang disajikan dalam media sosial terkadang belum tentu kebenarannya dan juga sering dilebih-lebihkan sehingga tidak jarang membuat seorang remaja merasa overthinking terhadap informasi yang diterima.
Media sosial juga rentan terhadap kasus cyberbullying. Berdasarkan survey, dari 45 responden terdapat 95,6% yang mengatakan bahwa kasus cyberbullying di Indonesia sudah banyak terjadi (Erzha dkk., 2024). Bentuk cyberbullying yang biasa terjadi dalam media sosial, seperti komentar negatif, ujaran kebencian, tindakan intimidasi, penyebaran fitnah dan juga ancaman. Hal ini tentu akan mengganggu kesehatan mental terkhusus seorang remaja yang di usianya masih dalam perkembangan untuk kematangan mental.
Saat ini belum ada upaya yang maksimal untuk mengatasi berbagai persoalan dalam penggunaan media sosial di kalangan remaja. Jika persoalan di atas tidak segera diselesaikan, maka akan bertambah kasus-kasus yang mengakibatkan rusaknya etika dan terjadinya gangguan kesehatan mental remaja. Untuk itu, perlu adanya upaya untuk mengontrol penggunaan media sosial di kalangan remaja yakni Manajemen Media Sosial (MASA).
Manajemen media sosial (MASA) adalah upaya yang bisa digunakan untuk mengontrol penggunaan media sosial. MASA dapat diterapkan dengan memberikan batasan waktu dalam menggunakan media sosial, menjaga etika dalam komunikasi, menyaring tontonan atau informasi yang layak dan memberikan tontonan sesuai dengan usia. Upaya tersebut dilakukan untuk membangun etika dalam menggunakan media sosial dan mencegah gangguan kesehatan mental pada remaja.
Upaya menerapkan MASA dapat dimulai dari kesadaran diri remaja dengan mengelola media sosialnya. Remaja harus membuat screen time atau batas maksimal waktu yang digunakan dalam bermedia sosial. Apabila sudah membuat screen time, remaja harus pandai mengelola media sosialnya dengan menggunakan untuk hal-hal yang penting dan bermanfaat, seperti belajar, membagikan pengalaman sebaiknya, berkomunikasi dan bersosialisasi. Selain itu, remaja juga perlu untuk menyaring informasi dan tontonan yang layak untuk dilihat sesuai dengan usianya. Remaja juga harus meningkatkan kesadaran diri dalam etika berkomunikasi menggunakan media sosial seperti; penggunaan bahasa yang santun, tidak menjurus dan membangkitkan emosi negatif, menghindari SARA, berhati-hati menyebarkan foto yang tidak umum (Rachman & Jakob, 2020).
Peran orang tua dibutuhkan untuk membantu mengawasi dan mengontrol penggunaan media sosial anaknya. Orang tua harus tegas dalam memberikan batasan waktu kepada sang anak ketika menggunakan media sosial. Edukasi dapat diberikan oleh orang tua kepada anaknya untuk bijak dan berhati-hati dalam menggunakan media sosial. Komunikasi terbuka penting dilakukan sebagai dorongan untuk mengetahui sang anak apabila mengalami permasalahan dalam media sosialnya.
Lembaga pendidikan memiliki peran penting untuk menjembatani masalah penggunaan media sosial pada remaja. Sekolah dapat mengajarkan nilai-nilai etika dalam menggunakan media sosial, seperti menggunakan kata-kata yang santun ketika mengirim pesan, mengawali dengan salam saat akan memulai komunikasi, tidak menggunakan kata-kata yang menyinggung perasaan dan tidak menyebarkan berita hoax. Seorang guru memberikan edukasi tentang cara menggunakan media sosial secara bijak dan akibat jika menggunakan media sosial secara berlebihan. Pihak sekolah dapat mengadakan suatu acara, baik seminar maupun workshop untuk bekerja sama dengan orang tua guna memberi pemahaman agar selalu mengawasi dan membina anak-anaknya dalam menggunakan media sosial.